REPUBLIKA.CO.ID, oleh Novita Intan, Febrianto Adi Saputro, Rr Laeny Sulistyawati, Antara
Kemunculan virus corona varian delta di Tanah Air dipastikan berdampak ke kondisi perekonomian. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan kemunculan varian delta memberikan tekanan terhadap ruang fiskal pemerintah. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus menata ulang program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
“Covid varian delta memberikan tekanan ke ekonomi kita. Maka kita akan terus melakukan revisi dan redesain untuk program PEN kita,” ujarnya, saat webinar prospek ekonomi Indonesia pasca stimulus, relaksasi, dan vaksinasi secara virtual, Rabu (7/7).
Menurutnya saat ini 96 negara sudah terinfeksi Covid-19 varian delta. Penyebaran varian delta memang dua kali lebih cepat terjadi dibanding varian yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China.
“Karena penularannya yang begitu cepat, negara yang terserang tersebut harus melakukan rencana ulang. Bahkan ada yang melakukan penutupan total (lockdown),” ucapnya.
Berdasarkan catatannya, Afrika Selatan pada 28 Juni melakukan lockdown dan Vietnam dua minggu di Ho Chi Minh. Sedangkan negara tetangga seperti Banglades, Thailand, dan Malaysia juga melakukan hal serupa. “Ini menggambarkan Covid-19 akan jadi faktor yang menentukan dinamika dan perkembangan ekonomi di sebuah negara,” katanya.
Maka itu lanjut Sri Mulyani adanya peningkatan kasus Covid-19, membuat pemerintah melakukan realokasi anggaran program PEN. Hasilnya anggaran kesehatan dinaikkan menjadi Rp 193,93 triliun, program perlindungan sosial sebesar Rp 153,86 triliun, program prioritas sebesar Rp 117,04 triliun, dukungan UMKM dan korporasi sebesar Rp 171,77 triliun, dan insentif usaha sebesar Rp 62,83 triliun.
"Kita hitung kembali kemarin dan menggunakan APBN agar tetap membantu kesehatan dan bansos. Pemulihan ekonomi akan diutamakan meski kita menghadapi tantangan-tantangan dalam bentuk munculnya varian delta," ungkapnya.
Sri Mulyani menyebut upaya lain pemerintah untuk mengendalikan Covid-19 melalui percepatan proses vaksinasi. Menurut dia, vaksinasi menjadi salah satu cara untuk mendorong mobilitas dan perekonomian namun kasus covid-19 tetap terkendali.
"Kalau vaksinasinya rendah, maka setiap kali kita ngegas, perekonomian naik maka terjadi kenaikan covid. Tapi kalau vaksin meluas maka mobilitas masih bisa berjalan dengan risiko Covid bisa terjaga," ucapnya.
Dia melanjutkan peningkatan kasus aktif Covid-19 di Indonesia selalu memiliki korelasi sangat erat dengan mobilitas masyarakat. Pada 1,5 tahun setengah begitu Covid mulai terjadi, mobilitas menjadi turun.
"Kita lihat bahwa begitu Covid-19 terjadi biasanya pemerintah lakukan langkah-langkah cukup drastis, awal Maret lalu kita langsung lockdown dan mobilitas langsung drop sangat rendah minus 30 dibandingkan sebelum covid," ucapnya.
Sri Mulyani menjelaskan penanganan Covid-19 sangat bergantung pada bagaimana negara menanganinya terutama dikaitkan kapasitas fasilitas kesehatan apabila kasus melonjak, seperti ketersediaan tempat tidur rumah sakit untuk isolasi. Sedangkan jika dilihat lebih cermat, Sri Mulyani memaparkan peningkatan kasus selalu berkorelasi dengan mobilitas masyarakat.
Sri Mulyani juga menekankan variabel faktor kesehatan yang akan mempengaruhi ekonomi pada sisa triwulan 2021. Oleh karena itu, dia meminta semua elemen bekerja sama dalam menekan penularan Covid-19.
Sebelum terjadi lonjakan, Sri Mulyani menyebut Indonesia sedang terjadi penguatan tren pemulihan, yaitu pada April dan Mei. Saat itu, purchasing manufacture index berada level tertinggi.
Kemudian, indeks konsumsi masyarakat adalah pada kondisi optimistis, di atas angka 100. Begitu pula penjualan ritel hingga konsumsi listrik bisnis dan industri.
Kondisi tersebut berlanjut hingga pertengahan Juni. Namun begitu terjadi lonjakan kasus, konsumsi masyarakat terjadi koreksi terutama bidang transportasi, rekreasi, dan pakaian.
“Ekspor juga diperkirakan berdampak negatif, khususnya yang menjalani pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Jadi triwulan III dan IV ini sangat tergantung PPKM darurat. Seberapa dalam mobilitas harus diturunkan untuk mencegah penularan dan seberapa lama. Ini bergantung pada disiplin kita semua,” ungkapnya.
Sri Mulyani optimistis ekonomi kuartal dua bisa mencapai di atas tujuh persen. Catatannya, penyebaran kasus Covid-19 dikendalikan dengan cepat, dan tergantung kedisiplinan protokol kesehatan masyarakat,
"Kita optimis pertumbuhan ekonomi kita bisa di atas tujuh persen dan kita berharap pada minggu ketiga atau keempat Juni 2021,” ujarnya.
Menurutnya pada kuartal tiga dan empat skenario pertumbuhannya bergantung pada kegiatan pemberlakukan PPKM darurat. “Yakni seberapa dalam mobilitas harus diturunkan untuk mencegah penularan dan seberapa lama PPKM tersebut digulirkan,” ucapnya.
Skenario berat pemerintah harus melakukan penurunan mobilitas sampai 50 persen. Kemudian kebijakan PPKM darurat bisa berakhir pada Agustus, sehingga normalisasi baru bisa kembali terjadi.
“Dengan skenario tersebut, maka pertumbuhan ekonomi kuartal tiga 2021 diperkirakan bisa mencapai empat persen dan pada kuartal empat 2021 sebesar 4,6 persen,” ucapnya.
Menurutnya jika pemerintah bisa menyelesaikan dan menjaga pemulihan sekaligus mengendalikan mobilitas dengan cepat, maka pertumbuhan bisa di atas lima persen pada kuartal tiga 2021. Sri Mulyani memberikan catatan, penyebaran covid bisa terkendali sampai akhir Juli dan Agustus 2021 dan kembali normal. "Kita berharap pertumbuhan pada kuartal tiga bisa di atas lima persen dan menguat kembali pada kuartal empat,” ucapnya.
Dengan berbagai skenario tersebut, maka pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 masih bisa tumbuh 3,7 persen sampai 4,5 persen. Pertumbuhan itu terjadi mengingat pada kuartal satu 2021 ekonomi masih tumbuh negatif 0,7 persen.
"Dinamika ini selalu dihadapkan kami sebagai pengelola kebijakan fiskal," ucapnya.