Sabtu 10 Jul 2021 05:25 WIB

Muslim Eropa Hadapi Tingginya Serangan Daring

Bahasa yang digunakan makin brutal dan serangan juga terjadi di dunia nyata.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Eropa Hadapi Tingginya Serangan Daring. Muslim Prancis serukan setop islamofobia
Foto: google.com
Muslim Eropa Hadapi Tingginya Serangan Daring. Muslim Prancis serukan setop islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Sentimen anti-Muslim dan antisemitisme dilaporkan semakin meningkat di beberapa negara di Eropa. Terlebih serangan secara daring semakin marak terjadi kepada umat Islam di benua biru tersebut.

Sentimen negatif ini diketahui telah menjadi kejadian sehari-hari di negara seperti Jerman. Kementerian Dalam Negeri negara itu bahkan mencatat ada 1.026 serangan anti-Muslim pada 2020 yang diyakini jumlahnya lebih banyak dari angka tersebut.

Baca Juga

Perwakilan Khusus Dewan Eropa untuk Kebencian Antisemit dan Anti-Muslim Daniel Höltgen menyebut ini bukan fenomena Jerman murni. Dia mengaku telah menindaklanjuti laporan dari asosiasi Muslim dan menyebut perlu adanya upaya lain oleh otoritas di negara masing-masing.

Para korban menggambarkan kebencian dan ancaman online sama nyatanya dengan diskriminasi sehari-hari dan serangan verbal di jalanan. Holtgen menjelaskan bahasa yang digunakan semakin kasar dan brutal, ancamannya semakin beragam hingga seruan untuk kekerasan rasialis semuanya menjadi fakta kehidupan sehari-hari bagi umat Islam. 

"Ini adalah tindakan kriminal. Ini tidak ada hubungannya dengan hak kebebasan berbicara," kata Höltgen, dilansir Deutsche Welle (DW), Kamis (8/7).

Akibat ancaman dan intimidasi seperti itu, seorang Imam di Jerman mengaku ada pengurangan Muslim yang datang ke masjid. Jika tadinya ada 100 orang yang biasanya hadir, hanya 10 orang yang masih datang setelah semua serangan ini. 

Imam itu mengatakan dia secara teratur menerima pesan yang berbunyi "Pulanglah" atau "tidak ada tempat untukmu di sini."  Beberapa di antaranya dicetak atau dibuat dari potongan huruf koran yang dipotong-potong seperti uang tebusan. Terkadang ada orang yang memasukkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.

Höltgen telah menemukan mengapa sebagian besar ujaran kebencian tidak dilaporkan, yakni para korban tidak tahu kepada siapa harus melaporkannya. Termasuk kepercayaan bahwa melaporkannya tidak ada gunanya dan tidak akan membuat perbedaan.

Mayoritas unggahan dibuat secara anonim, yang memungkinkan pengguna memposting komentar rasialis dan bahkan berbahaya tanpa harus takut akan dampak nyata. "Ambang hambatan semakin rendah dan semakin rendah, tampaknya semakin dapat diterima, dan itu sangat mengkhawatirkan," kata Höltgen.

Perwakilan Khusus Dewan Eropa mengatakan terlalu banyak kekosongan hukum di internet. Hal ini mendorong semakin banyak pelaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement