REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Afghanistan mendesak negara-negara Eropa menghentikan deportasi paksa para migran asal negara tersebut selama tiga bulan ke depan. Hal itu sehubungan dengan meningkatnya aksi serangan oleh kelompok Taliban.
“Meningkatnya kekerasan oleh kelompok teroris Taliban di negara ini dan penyebaran gelombang ketiga (Covid-19) telah menyebabkan banyak kerusuhan ekonomi dan sosial, menciptakan kekhawatiran serta tantangan bagi rakyat,” kata Kementerian Repatriasi Afghanistan dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Arabiya, Senin (12/7).
Oleh sebab itu, Afghanistan mendesak negara-negara Eropa yang menampung warganya menangguhkan proses deportasi. “Keputusan pemerintah menekankan bahwa negara tuan rumah harus menahan diri dari mendeportasi paksa pengungsi Afghanistan selama tiga bulan ke depan,” kata Kementerian Repatriasi Afghanistan.
Terdapat hampir 2,5 juta pengungsi terdaftar dari Afghanistan pada 2018. Ini menjadi populasi pengungsi terbesar kedua di dunia. Sebagian besar pengungsi tersebut berada di Pakistan. Mereka pun tersebar di Iran dan Eropa.
Pada Januari-Maret lalu, terdapat 570 pengungsi Afghanistan yang secara sukarela kembali ke negaranya dengan bantuan PBB. Namun hanya enam yang datang dari luar Pakistan dan Iran. Warga Afghanistan merupakan bagian cukup besar pencari suaka Uni Eropa. Sebanyak 44.190 permohonan diajukan tahun lalu.
Tahun ini, beberapa negara Uni Eropa setuju untuk menawarkan suaka kepada warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan asing serta menghadapi risiko serangan balasan dari Taliban.