REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Idealisa Masyrafina, Muhammad Nursyamsi, Nawir Arsyad Akbar
Kebijakan vaksinasi Covid-19 gotong royong untuk individu alias berbayar masih menuai pro dan kontra di masyarakat. Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (13/7), Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan kronologi munculnya kebijakan soal vaksinasi gotong royong individu.
Budi mengatakan, ide tersebut disampaikan dalam rapat tanggal 26 Juni 2021 di Kementerian Perekonomian atas inisiatif dari KPC-PEN. Pemerintah memandang laju vaksinasi gotong royong cenderung lambat sehingga perlu ditingkatkan. Dikatakan Budi bahwa vaksinasi gotong royong hanya mencapai 10 ribu-15 ribu vaksin per hari.
"Dari target 1,5 juta baru 300 ribu, jadi ada concern, ini kok lamban yang sisinya vaksin gotong royong, sehingga keluar hasil diskusi bahwa beberapa inisiatif vaksin gotong royong antara lain apakah itu mau dibuka juga ke daerah, ke rumah sakit yang sama dengan vaksin program atau juga buat anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan masuk juga individu," ungkap Budi.
Pada 27 Juni, Budi melanjutkan, Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan menyiapkan draf Permenkes tentang Perubahan Kedua Permenkes Nomor 10 Tahun 2021. Kemenkes juga menyelenggarakan rapat secara internal di hari yang sama.
"Kemudian ini dibahas bersama, karena memang hasil kesimpulannya seperti itu di rapat KPC-PEN, kemudian sempat kita bawa ke rapat kabinet terbatas tanggal 28 Juni. Habis dari situ Menko Perekonomian memberikan masukan sebagai KPC-PEN, kemudian kita harmonisasi, kita keluarkan," kata Budi.
Pada 29 Juni, pemerintah menggelar rapat harmonisasi dengan melibatkan sejumlah kementerian terkait seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian PMK, Kemenkumham, Kemenlu, Kemenkeu, Kementerian BUMN, LKPP, KOK, BPOM, Kejaksaan, dan BPJS Kesehatan. Kemudian pada 5 Juli draf tersebut ditandatangani, dan pada keesokan harinya disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.
"Memang vaksin gotong royong itu dilihat masih bisa ditingkatkan peranannya supaya bisa mempercepat pencapaian target vaksinasi ini, vaksin gotong royong kita lihat harusnya masih bisa lebih cepat, karena swasta harusnya lebih cepat dari pemerintah untuk bisa mengakselerasi cakupan vaksinasi ini," tuturnya.
In Picture: Vaksinasi Covid-19 Gotong Royong di Sentul Bogor
Budi juga menegaskan bahwa vaksiniasi gotong royong tidak menggunakan APBN. Ia memastikan bahwa tidak ada keterlibat negara dari sisi anggaran.
Selain itu vaksin gotong royong merupakan opsi. Semua rakyat tetap bisa mendapatkan akses ke program vaksinasi gratis.
"Vaksinnya pun ditetapkan hanya Sinopharm dan Cansino, tidak akan berbenturan dengan vaksin program. dan diskusinya waktu itu juga disampaikan bahwa karena ini biayanya ditanggung individu, ini dapat meringakan beban APBN," ucapnya.
Berbicara terpisah, juru bicara Covid-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, membantah tudingan bahwa pelaksanaan vaksinasi gotong royong digulirkan karena adanya desakan dari Kementerian BUMN. Menurut Nadia, proses pengambilan keputusan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 berbayar tersebut diambil bersama melalui kajian seluruh kementerian dan lembaga terkait.
"Proses pengambilan keputusan untuk pelaksanaan vaksinasi gotong rorong individu diambil melalui rapat bersama di KPC PEN yang disetujui oleh semua K/L terkait," ujar dr Siti Nadia Tarmizi kepada Republika, Selasa (13/7).
Selanjutnya dari rapat bersama Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), hasilnya dibawa ke ratas kabinet yang juga akhirnya disepakati untuk dijalankan
"Jadi tidak benar dikarenakan oleh desakan dari Kemen BUMN," lanjut Nadia.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan stasiun televisi, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyatakan dugaannya bahwa Menteri Kesehatan RI Budi Goenadi Sadikin sebenarnya tidak setuju dengan vaksinasi gotong royong. Pandu menilai bahwa adanya vaksinasi gotong royong merupakan upaya Kementerian BUMN untuk 'menghidupkan' sejumlah perusahaan di bawah kementerian tersebut.
"Saya kira Menkes kita sebenarnya nggak setuju dengan konsep vaksin KF (Kimia Farma), tapi beliau sebenarnya dapat tekanan dari ketua Satgas Pelaksana Covid-19, Menteri BUMN, dan Menteri BUMN itu harus menghidupkan yang di bawahnya seperti Kimia Farma, Bio Farma, dan sebagainya." tutur Pandu.