Jumat 16 Jul 2021 20:33 WIB

ICW Minta KPK Usut Dugaan Pencucian Uang oleh Edhy Prabowo

ICW memintan KPK mengusut dugaan TPPU yang dilakukan oleh Edhy Prabowo.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat idealnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segara menerbitkan surat perintah penyelidikan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. ICW mengatakan, bukti awal sudah memperlihatkan jelas dugaan TPPU tersebut.

"Misalnya, modus menggunakan pihak lain sebagai pembeli properti guna menyamarkan aset hasil kejahatan atau bahkan meminjam rekening orang ke tiga untuk menerima sejumlah penerimaan suap," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Jumat (16/7).

Baca Juga

Meski demikian, dia pesimistis hal tersebut dapat dilakukan KPK. Dia mengungkapkan, hal itu mengingat salah penyidik perkara suap ekspor benih bening lobster (BBL) alias benur telah dipecat melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Dalam logika ini, semakin jelas bahwa pimpinan KPK memiliki keinginan kuat untuk melindungi pelaku-pelaku suap ekspor benih lobster," katanya.

Seperti diketahui, TWK memang berhasil menyingkirkan 51 pegawai berintegritas dari lembaga antirasuah tersebut. Salah satu yang dipecat adalah Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK yang mencokok Edhy Prabowo, Novel Baswedan.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Edhy Prabowo. Selain pidana badan, Edhy juga dijatuhi denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Edhy terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor BBL. Suap diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya.

Edhy juga harus membayar uang pengganti Rp 9.687.447.219 dan uang sejumlah 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan. Apabila uang pengganti tidak dibayar setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita untuk menutupi uang pengganti.

Apabila aset Edhy tidak cukup, maka Edhy harus dihukum pidana badan selama dua tahun. Edhy juga dijatuhi hukuman berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak selesai menjalani masa pidana.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement