REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Kejaksaan Agung telah memilih Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta.
Pengangkatan Febrie sebagai Kajati DKI pun dikritisi Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Ini karena, berdasarkan hasil Seleksi Jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati ) Berkualifikasi Pemantapan Tahun 2020, hasil penilaian berupa rekam jejak dan hasil asesmen kompetensi calon eselen IIa, ranking tertinggi diduduki oleh jaksa Dr Mia Amiati SH,MH. Sementara Febrie di posisi dua dari enam peserta seleksi.
Secara umum, jaksa yang menduduki rangking pertama dalam seleksi pejabat Eselon IIa biasanya mendapat kursi sebagai Kajati DKI Jakarta. Artinya seleksi menjadi sia-sia jika akhirnya hasil seleksi tak menjadi rujukan dalam penempatan posisi seseorang di Kejaksaan. Seleksi tersebut jadi semacam formalitas doang," ujar Lucius, Senin (19/7).
Menurutnya, penentuan posisi Kajati DKI saat ini akhirnya sudah tidak obyektif lagi.
"Itu yang saya sampaikan sebagai sekedar formalitas saja. Walaupun seleksinya disiarkan langsung melalui Youtube. Hasil akhirnya penentuan posisi tetap saja atas kemauan pimpinan," katanya.
Lucius pun mendesak pengawasan Komisi III DPR RI untuk memeriksa dugaan terjadinya penyimpangan. "Komisi III DPR RI harus memeriksa hasil seleksi tersebut, termasuk mengusut tentang masih banyaknya kasus mafia hukum yang melibatkan jaksa dan selama ini belum mampu terkuak oleh para wakil rakyat di DPR," ujarnya.
Sementara Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan jika lelang jabatan tersebut dinyatakan terbuka, maka hasil proses itu menjadi keputusan sebagaimana mestinya.
"Jika tidak mengikuti hasil tes, maka harus ada penjelasan terbuka kepada publik mengingat lelang jabatan itu terbuka," ujar Fickar.
Menurutnya, Jaksa Agung harus menjelaskan kepada publik agar tidak ada prasangka buruk terhadap putusan batalnya Mia Amiati menjadi Kajati DKI. "Jika tidak ada penjelasan makan berpotensi melahirkan prasangka buruk terhadap para pejabat yang punya otoritas. Mengingat sistem yang sudah ada tidak diikuti dengan benar," katanya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin merotasi sejumlah pejabat di Korps Adhyaksa pada Rabu (14/7). Salah satu pejabat yang dimutasi, yakni Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Febrie Adriansyah yang mendapat promosi untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta.
Keputusan itu termaktub dalam SK Jaksa Agung RI Nomor 169 tahun 2021 tentang pemberhentian dan pengangkatan dari dan dalam jabatan struktural di lingkungan Kejaksan Republik Indonesia.
Tercatat, ada 45 pejabat Eselon II yang dimutasi oleh Jaksa Agung dalam SK tersebut. Beberapa diantaranya merupakan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati).
"Rabu 14 Juli 2021, Jaksa Agung Republik Indonesia Dr. Burhanuddin, SH. MH. melakukan promosi dan mutasi serta rotasi beberapa pejabat eselon II dan eselon III Kejaksaan Republik Indonesia seluruh Indonesia," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Rabu (14/7).
Adapun posisi Febrie akan digantikan oleh Supardi yang sebelumnya menjabat Wakil Kajati DKI Jakarta. Sementara, posisi Supardi akan digantikan oleh Wakil Kajati Kalimantan Timur, Bambang Bachtiar.
Dalam hal ini, Kajati DKI Jakarta, Asri Agung Putra kini ditugaskan sebagai Sekretaris Jampidsus.
"Jaksa Agung Republik Indonesia juga melakukan promosi, mutasi serta rotasi pejabat eselon III sebanyak 185 pegawai di seluruh Indonesia," kata Leonard.