REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Aceh (KPPAA) menyatakan masih banyak pekerjaan rumah untuk memberikan perlindungan kepada anak. Pasalnya sampai saat ini masih banyak kasus kekerasan yang menimpa anak di Indonesia.
"Ini artinya kita masih banyak PR (pekerjaan rumah), karena ternyata masih banyak anak yang belum terlindungi," kata Komisioner KPPAA, Firdaus Nyak Idin, di Banda Aceh, Jumat (23/7).
Berdasarkan data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada periode 1 Januari-9 Juni 2021 terjadi sebanyak 3.314 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia dengan korban mencapai 3.683 orang. Firdaus mengatakan, peringatan Hari Anak Nasional tahun ini mengangkat tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju", hal itu berkaitan dengan kasus kekerasan yang dialami anak baik langsung maupun tidak terus meningkat.
Apalagi saat pandemi, kata Firdaus, banyak anak terindikasi mengalami masalah psikososial akibat terlalu lama di rumah, kurang bergaul, serta bersosialisasi sesama teman sebaya. Belum lagi tempat rekreasi ditutup, bahkan anak terlalu sering berada di depan laptop mengikuti sekolah daring.
"Bahkan, banyak anak yang harus kehilangan nyawa karena terpapar Covid-19," ujarnya.
Menurut Firdaus, dalam masa pandemi ini, banyak juga anak yang kehilangan orang tua pengasuh utama karena meninggal dunia akibat Covid-19, sehingga membuatnya menjadi yatim, piatu, dan yatim-piatu. Belum lagi ada yang kehilangan jaminan masa depan.
"Kemudian, yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah sampai saat ini belum adanya vaksin anti Covid-19 untuk anak di bawah usia 12 tahun. Peringatan HAN tahun ini adalah peringatan yang penuh rasa prihatin," kata Firdaus.
Dia berharap negara harus selalu hadir untuk melindungi anak, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19. Perlu juga kerja keras semua pihak supaya kekerasan terhadap anak di Indonesia dapat dihilangkan.