REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K) mengatakan, penurunan fungsi kognitif yang gejalanya mencakup lupa hingga pikiran melambat atau lemot bisa dialami mereka yang sembuh dari COVID-19. Lebih rinci mengenai gejala penurunan fungsi kognitif ini, yakni "LALILULELO" yang merupakan kepanjangan dari Labil emosi atau pendiriannya, Linglung, Lupa, Lemot atau pikiran melamban,dan Logika berpikir menurun.
"Terdapat gejala dini pikun atau demensia yang disingkat LALILULELO. Bila menemukan 1 dari 5 gejala ini, segera lakukan pemeriksaan ke dokter," ujar dia dalam siaran pers RSUI, dikutip Selasa (17/8).
Sebuah studi yang dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer's Association International Conference pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado menemukan, banyak penyintas COVID-19 mengalami "kabut otak" dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan. Dalam studi itu, para peneliti dari University of Texas Health Science Center di San Antonio Long School of Medicine dan kolega mereka mempelajari kognisi dan indra penciuman pada hampir 300 orang dewasa di Argentina yang mengalami COVID-19.
Mereka mempelajari para partisipan antara tiga dan enam bulan setelah infeksi COVID-19. Hasilnya, lebih dari separuh menunjukkan masalah terus-menerus lupa. Temuan ini menambah deretan hasil studi terkait gejala long COVID-19 seperti bingung, lupa dan dan tanda-tanda hilangnya ingatan yang mengkhawatirkan lainnya.
Sebelumnya, sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal EClinical Medicine The Lancet pada 22 Juli lalu menunjukkan, penyintas COVID-19 termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala memperlihatkan defisit kognitif signifikan. Kondisi ini dialami baik oleh mereka yang dulu dirawat di rumah sakit maupun yang tidak.
Pukovisa merekomendasikan pemeriksaan kesehatan pasca COVID-19 bagi yang merasa mengalami gangguan kognitif setelah sembuh dari penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh terutama tekanan darah, sistem pernapasan, indeks massa tubuh, jantung pembuluh darah dan pencernaan, skrining keluhan saraf, skrining kognitif, pemantauan risiko otak sehat dan pemeriksaan darah serta radiologi jika dibutuhkan.
Menurut Puvokisa, masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas berlebihan. Ahli kesehatan akan membantu menyusun program sesuai dengan masalah kognitif yang ada. Menurut dia, memperbanyak interaksi sosial dan menyusuk aktivitas produktif terjadwal dapat membantu mengatasi gangguan kognitif yang dialami.