REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyoroti Provinsi Aceh yang masih memiliki perkembangan kasus Covid-19 yang kurang baik. Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, Aceh menjadi provinsi dengan angka positivity rate tertinggi di Indonesia yang mencapai 51,55 persen.
Selain itu, Aceh juga menjadi satu-satunya provinsi yang masih mengalami kenaikan kasus mingguan yakni naik 429 kasus dibandingkan minggu sebelumnya. “Hanya ada satu provinsi yang masih mengalami kenaikan kasus mingguan yaitu Aceh, yang naik 429 kasus dibandingkan minggu sebelumnya,” ujar Wiku saat konferensi pers, Kamis (26/8).
Sedangkan pada minggu ini, angka kesembuhan di Aceh juga tercatat mengalami penurunan yang sebesar 1.291 kasus, angka kematian tercatat mengalami kenaikan sebesar 35 kasus, dan kasus aktif naik 1.067 kasus.
“BOR di Aceh juga meningkat dibandingkan minggu sebelumnya dari 56 persen naik menjadi 59 persen,” kata dia.
Karena itu, Wiku mengingatkan pimpinan daerah agar membaca data terkait kondisi detil di masing-masing wilayahnya seperti positivity rate, selisih kasus mingguan, serta jumlah kasus aktifnya. Ia juga meminta pemerintah daerah yang masih mencatatkan kenaikan kasus dan positivity rate yang tinggi untuk melakukan sejumlah upaya.
Yakni memastikan koordinasi dengan pemerintah pusat terutama Kemenkes terkait sinkronisasi data dan memastikan data yang terlapor sesuai dengan pencatatan di daerah. Selain itu, pemda juga diminta agar terus meningkatkan jumlah pemeriksaan di wilayahnya hingga mencapai standar WHO yaitu 1:1.000 populasi per minggu.
“Kemudian tekan jumlah kasus positif dengan meningkatkan pengawasan prokes, serta pengaturan kegiatan sosial ekonomi masyarakat,” tambah Wiku.
Dari catatan Satgas, Aceh telah memiliki posko sebanyak 68,5 persen dari total desa atau kelurahan di daerahnya dan sebanyak 66,03 posko sudah melaporkan kinerjanya. Menurut Wiku, kinerja posko ini perlu dievaluasi dan diperbaiki sehingga fungsinya dapat berdampak signifikan terhadap perkembangan kasus di Aceh.
Selain itu, Satgas meminta agar pemda memastikan fasilitas pelayanan kesehatan tersedia dengan baik dan mudah diakses. Sebab angka BOR yang masih tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penanganan pasien dan meningkatkan kematian.
“Untuk itu, BOR yang tinggi perlu segera ditekan dengan mengkonversi tempat tidur di rumah sakit rujukan dan memaksimalkan tempat isolasi terpusat, sebisa mungkin pasien positif tidak melakukan isolasi mandiri di rumah,” tegas dia.
Penurunan kasus Covid-19 Tanah Air belum terjadi secara merata. Setidaknya masih ada 10 ada provinsi dengan positivity rate di atas 30 persen.
Selain Aceh, provinsi lainnya adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatra Utara, Sulawesi Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Lampung. Menurut Wiku, angka positivity rate di 10 provinsi ini masih perlu menjadi perhatian. Pasalnya positivity rate daerah-daerah tersebut di atas rata-rata mingguan di tingkat nasional yang mulai menunjukan penurunan.
Wiku menyebut, hanya DKI Jakarta yang kini angka positivity rate-nya sudah berada di bawah 15 persen yakni 11,7 persen. Di tingkat nasional, angka positivity rate mingguan pada periode 16-22 Agustus tercatat mengalami penurunan dibandingkan saat puncak yakni dari 30,54 persen menjadi 18,15 persen.
“Namun, meskipun sudah turun angka ini masih lebih tinggi dari sebelum lonjakan kasus kedua yaitu pada kisaran bulan Juni yang hanya 9,44 persen,” jelas dia.
Sementara itu, pada kasus mingguannya per 22 Agustus tercatat kembali mengalami penurunan yakni dari sebelumnya 188.323 menjadi 125.102 kasus. Penurunan kasus pada minggu ini, kata Wiku, merupakan penurunan yang telah terjadi selama lima minggu berturut-turut.
Jika dilihat pada selisih kasus mingguan per 22 Agustus dan 15 Agustus, maka sebanyak 33 provinsi telah menunjukkan penurunan jumlah kasus. Satgas mencatat Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan tertinggi yakni turun 16.921 kasus, disusul Jawa Timur turun 6.410 kasus, dan Jawa Barat turun 3.996 kasus.
Sementara itu, pemerintah juga terus berupaya menekan angka kematian akibat Covid-19. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, upaya untuk menekan angka kematian akibat Covid-19 menjadi salah satu prioritas utama dalam penanganan pandemi Covid-19 saat ini.
Berdasarkan data Kemenkes, masih terdapat beberapa provinsi yang memiliki angka kematian yang tinggi pada minggu lalu. Yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Yogyakarta, Provinsi Bangka Belitung, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Jawa Timur.
“Dan untuk menekan angka kematian ini, harus dimulai dari tahap paling awal yaitu mencegah penularan Covid-19 itu sendiri,” kata Siti Nadia saat konferensi pers, Rabu (25/8).
Ia pun meminta daerah agar memastikan seluruh masyarakatnya untuk mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan serta mendapatkan vaksinasi secara lengkap. Khususnya pada kelompok masyarakat usia lanjut, ibu hamil, dan orang dengan penyakit penyerta.
Nadia juga mengingatkan agar masyarakat yang terpapar Covid-19 tak memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Masyarakat bisa memanfaatkan layanan puskesmas ataupun fasilitas telemedicine untuk mendapatkan obat-obatan dan penanganan.
“Kita tahu varian Delta adalah varian yang mempercepat keparahan gejala sehingga pastikan jangan menunda ke rumah sakit atau ke fasyankes bila gejala menjadi berat ataupun bertambah sesak,” ungkapnya.
Saat ini, pemerintah terus menggalakkan upaya pelacakan kontak erat. Karena itu, lanjutnya, tracing merupakan kunci untuk menemukan kasus lebih awal agar segera diisolasi atau dikarantina sehingga tidak terjadi penyebaran. Menurut Nadia, jumlah kontak erat yang dilacak saat ini juga semakin meningkat. Rasio kontak erat yang ditemukan untuk setiap kasus pun telah mendekati 10 orang per 1.000 penduduk di Sumatra Utara, NTB, dan Jawa Timur.
“Namun, proporsi kasus yang dilacak ini masih di bawah 80 persen sehingga masih terus perlu kita tingkatkan. Selain itu, baru 31 persen dari kontak yang dilaporkan melakukan tes entry,” tambah Nadia. Karena itu, Kemenkes meminta para pelacak dan para supervisor agar tetap disiplin dalam melakukan entry data sehingga monitoring dan kontrol dapat dilakukan dengan baik.