Rabu 01 Sep 2021 22:37 WIB

Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Terungkap Via Pesan Berantai

MS mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh sesama rekan kerjanya di KPI Pusat.

Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Ali Mansur

Beredar pesan berantai jeritan korban pelecehan seksual dan bullying di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Korban berinisial MS yang bahkan sudah pernah melapor di kepolisian ini mengirimkan pesan berantainya yang penuh rasa trauma agar didengar oleh Presiden RI Joko Widodo.

Baca Juga

"Tolong Pak Jokowi, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI. Saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka," tulis MS dalam keterangan persnya, Rabu (1/9).

MS mulai menceritakan kisah pilunya secara runtut, tentunya dengan membuka kembali luka lama yang ingin sekali dikuburnya. MS mengaku dilecehkan oleh rekan kerjanya sesama laki-laki dan kerap mendapatkan perundungan.

Kisahnya dimulai sejak ia mulai bekerja di KPI pusat pada 2011. Sejak mulai bekerja, MS kerap menjadi korban intimidasi dan perundungan. Seperti harus membelikan makanan untuk rekan-rekan kerja seniornya.

"Mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ungkapnya.

Cerita ini belum seberapa. Kisah yang terus membawanya pada titik terendah baru saja akan dimulai, di mana perlakuan rekan-rekan kerjanya semakin tak manusiawi.

Pada 2015, rekan-rekan kerjanya berinisial RE, EO, TS, SG, RT, CL dan FP bersama-sama memegangi kepala, tangan, kaki, memiting dan menelanjanginya. Saat itu juga rekannya EO mulai mencoret-coret kelaminnya dengan spidol dan juga direkam oleh CL.

"Mereka beramai-ramai memiting, melecehkan saya dengan mencoret-coret buah zakar saya memakai spidol. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi," ungkapnya.

"Mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," sambungnya.

Sejak hari itu hidupnya menjadi hancur. Ia kerap stres dan merasa amat hina. Harga dirinya sebagai laki-laki, sebagai suami dan kepala rumah tangga menjadi runtuh seketika.

"Saat ingat pelecehan tersebut, emosi saya tak stabil, makin lama perut terasa sakit, badan saya mengalami penurunan fungsi tubuh, gangguan kesehatan," katanya.

Pada 8 Juli 2017, MS mulai memeriksakan diri di Rumah Sakit Pelni untuk Endoskopi. Hasilnya, ia mengalami Hipersekresi Cairan Lambung akibat trauma dan stres.

Perundungan terhadap MS belum usai. Pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, tengah malam saat MS terlelap tidur tiba-tiba tubuhnya dilempar ke dalam kolam. Tawa riang nampak terdengar puas dari rekan-rekan kerjanya itu.

"Apakah penderitaan saya sebuah hiburan bagi mereka. Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satu pun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Di mana keadilan untuk saya?" sesal MS.

Pada 11 Agustus 2017, MS mulai membagi kisahnya dengan mengadukan peristiwa pelecehan dan penindasan tersebut kepada Komnas HAM melalui email. Pada 19 September 2017, Komnas HAM membalas email dan menyimpulkan apa yang saya alami sebagai kejahatan atau tindak pidana.

"Komnas HAM menyarankan saya agar membuat laporan Kepolisian," ungkap MS.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement