Kamis 02 Sep 2021 17:45 WIB

Wahai Umat Janganlah Pilih-Pilih Vaksin, MUI Telah Menjamin

Vaksin berstatus haram tetap boleh digunakan, MUI siap bertanggung jawab di akhirat.

Warga menunggu antrean vaksin Covid-19 Pfizer di CIlandak Town Square, Jakarta, Rabu (1/9). Sebanyak 500 dosis vaksin Covid-19 Pfizer disediakan ditempat tersebut sebagai upaya percepatan vaksinasi Covid-19 di DKI Jakarta. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga menunggu antrean vaksin Covid-19 Pfizer di CIlandak Town Square, Jakarta, Rabu (1/9). Sebanyak 500 dosis vaksin Covid-19 Pfizer disediakan ditempat tersebut sebagai upaya percepatan vaksinasi Covid-19 di DKI Jakarta. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kiki Sakinah, Fuji E Permana, Muhyiddin,

Dian Fath Risalah

Baca Juga

Hingga saat ini, Indonesia telah menggunakan beragam merek vaksin Covid-19. Setelah Sinovac pada awal program vaksinasi, kini tersedia pula merek AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer untuk masyarakat.

Dari sejumlah jenis vaksin tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melakukan Sertifikasi Halal pada empat produk, yakni Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, dan Pfizer. Untuk Vaksin Sinovac, MUI menetapkan bahwa vaksin itu halal.

"Sedangkan untuk Vaksin AstraZeneca, Sinopharm, dan Pfizer MUI menetapkan bahwa ketiga vaksin ini haram," demikian pernyataan yang merujuk pada hasil konsultasi dengan Tim Salam MUI yang tersedia di situs resmi MUI, Jumat (27/8).

Sementara itu, terkait vaksin moderna, MUI menjelaskan bahwa proses sertifikasi halal untuk vaksin tersebut agak rumit dan panjang alurnya. Sebab, vaksin tersebut didapatkan pemerintah melalui jalur multilateral.

"Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksin Moderna," tambah keterangan tersebut.

Sekretaris Dewan Halal Nasional Majelis Ulama Indonesia (DHN MUI), Ustaz Nadratuzzaman Hosen, menegaskan, vaksin Pfizer dan AstraZeneca haram tapi boleh digunakan. Sebab dalam keadaan darurat seperti sekarang, vakisin dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa manusia.

Ia menjelaskan, hukum penggunaan vaksin Pfizer seperti orang yang terdampar di sebuah pulau, di pulau itu hanya ada babi untuk dimakan, tidak ada yang lain. Maka orang itu dibolehkan makan babi, tapi hanya untuk mempertahankan hidupnya.

"Artinya ada dua kepentingan yang bertemu, satu kepentingan manusia untuk hidup, kedua ada kepentingan hukum Tuhan harus dipatuhi yaitu babi haram, kalau dua kepentingan ini bertemu, ternyata Allah mengalah mendahulukan kepentingan manusia, yaitu kepentingan manusia bisa hidup dengan makan," jelasnya.

Sama seperti sekarang di masa pandemi Covid-19, kepentingan manusia dulu yang didahulukan. Yakni, menyelamatkan jiwa manusia dari Covid-19, karena melindungi jiwa ini penting.

"Untuk itu, ulama menganggap kita wajib melindungi jiwa kita, tujuan hukum Islam itu melindungi jiwa manusia ini, oleh karena itu MUI berani membolehkan (penggunaan Pfizer) karena kondisinya darurat, belum ditemukan cara lain untuk mengatasi ini (Covid-19) dan kebutuhannya besar untuk melindungi jiwa manusia," ujarnya.

Jikalau nanti ada orang bilang mengapa MUI membolehkan yang haram, menurut ustaz Hosen, jawab saja bahwa nanti ditanya malaikat di akhirat, katakan penggunaan Pfizer dibolehkan MUI. Nanti MUI yang akan bertanggung jawab di akhirat.

"Kalau MUI berani berfatwa seperti itu artinya berani bertanggung jawab," ujarnya.

Ustaz Hosen juga menambahkan, kalau ada orang yang tidak mau terima fatwa MUI soal vaksin tersebut, itu hak mereka. Tetapi, ia meminta jangan provokatif apalagi melarang orang untuk divaksinasi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement