REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan lemahnya langkah preventif atau pencegahan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, mengantisipasi terjadinya pengrusakan masjid milik Jamaah Ahmadiyah, yang terjadi pada Jumat 3 September 2021 lalu.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, mengungkapkan selama satu bulan terakhir Komnas HAM sudah mencegah eskalasi massa terhadap Jamaah Ahmadiyah di wilayah Sintang ini. Namun ternyata hal itu tidak bisa dicegah dan justru diabaikan Pemkab. Sintang, hingga insiden pengrusakan terjadi Jumat lalu.
"Selama satu bulan terakhir, Komnas HAM bersama pihak lain mencoba mencegah eskalasi konflik dan mengupayakan mediasi hak asasi manusia sebagai jalan penyelesaian. Tetapi ternyata diabaikan karena ketidaktegasan Pemkab Sintang dan aparat hukum terkait," ujar Beka Ulung Hapsara.
Karena itu, ia meminta kembali aparat penegak hukum untuk bertindak tegas kepada seluruh pelaku pengrusakan. Termasuk menindak tegas kepada pelaku penyebar ujaran kebencian dan ajakan kekerasan di internet atau media sosial. "Setelah kejadian ini, kami meminta aparat dan Pemkab Sintang menjamin penuh keamanan seluruh Jamaah Ahmadiyah di Sintang sekaligus memulihkan seluruh hak konstitusional yang harus mereka miliki," jelasnya.
Pada Jumat 3 September 2021 terjadi penyerangan dan pengrusakan tempat ibadah dan gedung milik Jamaah Ahamadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balau Gana Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalbar. Penyerangan dan pengrusakan dilakukan oleh massa yang mengatasnamakan agama dan pelaksana SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah. Beka menegaskan Komnas HAM mengecam keras dan mengutuk atas tindakan pengrusakan tersebut. Selain itu insiden tersebut telah menciderai nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk di dalamnya kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Komnas HAM melihat insiden ini tidak bisa dibilang berdiri sendiri, karena banyak faktor pendukungnya. Yaitu diawali oleh serangkaian kebijakan dan aktivitas baik yang dilalukan oleh Bupati, Kapolres, Kepala Kejaksaan Negeri hingga Kepala Kemenag wilayah Sintang. "Di mana serangkaian ujaran kebencian dan ajakan kekerasan lewat internet yang dilakukan sekelompok massa dibiarkan begitu saja, imbuhnya.