Senin 13 Sep 2021 23:32 WIB

Menkeu Ajukan PPN Bahan Pokok Lebih Murah

Pemerintah tetap buka opsi bahwa barang dan jasa tersebut bisa tidak dikenakan pajak.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Seorang pedagang sembako menimbang gula pasir di Pasar Pulo Payung, Dumai, Riau, Jumat (3/9/2021). Pemerintah mengajukan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan kepada Komisi XI DPR.
Foto: ANTARA /Aswaddy Hamid
Seorang pedagang sembako menimbang gula pasir di Pasar Pulo Payung, Dumai, Riau, Jumat (3/9/2021). Pemerintah mengajukan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan kepada Komisi XI DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengajukan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan kepada Komisi XI DPR. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kebijakan PPN atas barang kebutuhan pokok dikenakan tarif yang lebih rendah dari tarif normal.

“Terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dikenakan PPN dengan tarif yang lebih rendah dari tarif normal,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR secara virtual, Senin (13/9).

Menurutnya kebijakan PPN atas barang kebutuhan pokok bertujuan memberikan keadilan. Hal ini akan disesuaikan tingkat pendapatan dari berbagai kelompok masyarakat.

Sri Mulyani juga menyebut pemerintah tetap membuka opsi bahwa barang dan jasa tersebut bisa tidak dikenakan pajak. Pemerintah akan memberikan kompensasi bagi masyarakat yang tidak mampu.

“Dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberikan kompensasi melalui pemberian subsidi,” ungkapnya.

Sri Mulyani melanjutkan pemerintah juga mengusulkan kebijakan PPN multitarif. Adapun rencana kebijakan ini dengan menaikkan tarif umum PPN dari 10 persen menjadi 12 persen dan memperkenalkan skema multitarif dengan kisaran lima persen sampai 25 persen pada barang dan jasa.

Dia mengusulkan kemudahan dan penyederhanaan PPN barang dan jasa kena pajak (BKP/JKP) dengan tarif tertentu yang dihitung dari peredaran usaha dengan besaran tarif lebih rendah dari lima persen. Selanjutnya usulan kebijakan PPN lainnya, seperti pengenaan PPN menyeluruh bagi semua barang dan jasa, kecuali yang sudah menjadi objek pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), seperti pajak restoran, hotel, parkir, dan hiburan.

Adapun pengecualian juga dilakukan pada uang dan emas batangan terhadap cadangan devisa, serta surat berharga. Kemudian, jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain dan jasa penceramah keagamaan. Hal ini untuk mencerminkan keadilan dan lebih tepat sasaran.

Sedangkan fasilitas yang tidak dipungut PPN atas barang dan jasa tertentu dilakukan untuk mendorong ekspor di dalam dan luar kawasan tertentu serta hilirisasi sumber daya alam, fasilitas PPN dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut, dan kelaziman serta perjanjian internasional.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement