REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama berpendapat, vaksin Covid-19 yang tersedia saat ini masih bisa digunakan untuk menangani varian-varian baru virus corona, termasuk delta, kendati efikasinya turun.
"Efikasi vaksin memang turun karena ada mutasi atau varian baru. Tetapi, sejauh ini, walaupun turun masih bisa dipakai untuk menangani varian-varian yang ada sampai saat ini, terutama mencegah penyakit berat dan kematian," kata Tjandra di sela Kuliah Pakar bertajuk 'Peran Biomedis di Era dan Pascapandemi' yang digelar Universitas YARSI, Jakarta, Rabu (15/9).
Pfizer-BioNTech misalnya, kata dia, analisis yang dilakukan Public Health England, seperti dikutip Healthline menunjukkan, vaksin tersebut kira-kira 80 persen efektif mencegah infeksi dari varian delta. Hasil itu didapat setelah para peneliti menganalisis 14.019 orang pasien dan 166 di antaranya menjalani perawatan di rumah sakit wilayah Inggris.
Menurut Tjandra, dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech sekitar 88 persen efektif melawan penyakit simtomatik dan 96 persen efektif mencegah pasien dengan varian delta menjalani rawat inap.
Sebuah studi laboratorium kecil yang dilakukan peneliti New York memperlihatkan, vaksin berbasis mRNA, yakni Pfizer dan Moderna, efektif sekitar 94-95 persen dalam mencegah Covid-19 dengan varian delta. Vaksin Pfizer diketahui memiliki efikasi sebesar 95 persen terhadap infeksi SARS-CoV-2.
Baca juga : Menko PMK Siapkan Pedoman Endemi
Sementara itu, Tjandra melanjutkan, untuk Sinovac, dua suntikan vaksin memberikan kemanjuran 59 persen terhadap varian delta, 70,2 persen untuk Covid-19 kategori sedang, dan 100 persen untuk kasus parah. Data itu merupakan sebuah studi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Guangzhou.
Eks Direktur WHO Asia Tenggara itu mengatakan, bila nantinya efikasi semakin turun maka upaya yang bisa dilakukan adalah modifikasi vaksin, bukannya membuat vaksin baru. "Kalau nanti turun lagi, maka bisa dilakukan modifikasi. Jadi, tidak perlu bikin vaksin baru. Sekarang masih belum (turun)," ujarnya.
"Jangan berpikir nanti kalau turun lagi kita harus memulai lagi, prosesnya menunggu setahun lagi baru ada vaksin. Modifikasi, cukup cepat enam sampai delapan pekan," kata Tjandra.