Jumat 17 Sep 2021 13:17 WIB

Mendagri Larang Pejabat Buat Kebijakan Konflik Kepentingan

Terutama apabila dilatarbelakangi adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Mas Alamil Huda
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melarang pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 356/4995/SJ perihal larangan mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan kepada seluruh kepala daerah yang dilayangkan Mendagri pada Kamis (16/9).

"Surat Edaran yang diteken oleh Mendagri Tito Karnavian tanggal 14 September 2021 itu bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan daerah tertib, efektif, transparan di atas kepatuhan terhadap perundang-undangan," ujar Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Jumat (17/9).

Dalam surat edaran tersebut, pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan dilarang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan. Terutama apabila dilatarbelakangi adanya kepentingan pribadi dan/atau bisnis, hubungan dengan kerabat dan keluarga, hubungan dengan wakil pihak yang terlibat, hubungan dengan pihak yang bekerja, serta mendapat gaji dari pihak yang terlibat.

Kasto mengatakan, surat edaran Mendagri ini sifatnya mengingatkan sekaligus mendorong agar para pejabat dan kepala daerah, khususnya yang baru menjabat sebagai hasil Pilkada 2020 lalu, benar-benar melaksanakan arahan Mendagri ini. Surat edaran juga ditembuskan ke berbagai instansi, seperti Inspektorat Daerah, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Kejaksaan Agung.

Untuk itu, kepala daerah dan para pejabat pemerintahan daerah harus menghindari perbuatan meminta, memberi, ataupun menerima sumbangan, hadiah dan bentuk lainnya yang mengandung konflik kepentingan dan/atau tindak pidana korupsi, serta yang berlawanan dengan isi sumpah jabatan serta yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement