Selasa 21 Sep 2021 03:15 WIB

PPPK Guru Honorer, Beban Soal, dan Tingginya Passing Grade

Proses seleksi PPPK dinilai tidak ramah bagi para guru honorer senior.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda
Foto: istimewa
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai, beratnya beban soal hingga tingginya passing grade jadi salah satu kendala dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru honorer. Menurut Huda, proses seleksi PPPK dinilai tidak ramah bagi para guru honorer senior.

Huda mengatakan, sebagian besar dari mereka tidak mampu mencapai passing grade yang disyaratkan dalam ujian kompetensi teknis (komtek). Besaran poin afirmasi untuk beberapa kluster guru honorer yang diberikan Kemendikbud Ristek pun dinilai tidak cukup membantu mencapai batas minimal passing grade

"Poin afirmasi untuk beberapa kluster guru honorer berkisar 50-70 poin saja. Padahal ambang batas atau passing grade untuk kemampuan teknis yang harus dicapai di kisaran 235-325 poin," kata Huda kepada Republika, Senin (20/9).

Politikus PKB ini mengatakan, kesulitan para guru honorer senior tersebut telah banyak disampaikan kelompok-kelompok guru baik melalui media sosial maupun secara langsung kepada dirinya. Bahkan saat ini, telah beredar surat terbuka para guru kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim maupun petisi untuk meminta penambahan poin afirmasi bagi para guru honorer berdasarkan masa kerja.

"Ada testimoni di media sosial betapa kecewanya dan sedihnya  seorang guru senior yang merasa gagal mencapai passing grade dalam komtek. Padahal dia dari sisi usia, masa kerjanya tinggal 3-4 tahun saja,” ujarnya.

Huda mengaku, dirinya dan anggota Komisi X yang lain sudah berusaha mendorong penambahan poin afirmasi. Dalam beberapa kali rapat kerja dengan Kemendikbud Ristek aspirasi penambahan poin afirmasi bagi guru-guru honorer senior telah disampaikan. 

Namun, dengan berbagai alasan Kemendikbud Ristek juga Kemenpan RB menolak aspirasi tersebut. “Kami sudah berulangkali mendorong penambahan poin afirmasi ini khususnya bagi para guru senior. Rasanya tidak adil jika mereka yang sudah lama mengabdi harus bersaing dengan para junior yang baru fresh graduate dan lebih piawai dalam menjawab soal-soal ujian komtek,” tuturnya.

Huda mengatakan, seharusnya seleksi penerimaan PPPK untuk sejuta guru honorer ini, tidak bisa disamakan dengan model seleksi PPPK untuk bidang lain. Harusnya seleksi PPPK untuk sejuta guru honorer ini mengadopsi pola penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dalam PPDB, disediakan jalur-jalur khusus untuk menampung keragaman latar belakang siswa. 

"Ada jalur zonasi, ada jalur prestasi, ada jalur afirmasi, bahkan ada jalur pindah tugas orangtua. Tentu yang harus diadopsi dalam seleksi PPPK untuk guru honorer ini bukan jenis jalurnya, tetapi model seleksi yang menampung keragaman latar belakang guru honorer sehingga proses seleksi menjadi lebih fair," ucapnya.

Dalam waktu dekat Komisi X DPR akan memanggil pihak Kemendikbudristek untuk memberikan penjelasan terkait protes dari ribuan guru honorer atas pelaksanaan PPPK. Dia berharap ada solusi terkait keberatan para guru honorer senior atas tingginya passing grade dalam ujian kompetensi teknis.

"Kami berharap ada solusi atas keberatan tersebut. Kami sih berharap ada perbaikan dalam seleksi PPPK selanjutnya, apakah dalam bentuk perubahan model seleksi atau ada penambahan poin afirmasi," katanya.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement