Kamis 23 Sep 2021 22:45 WIB

UNHCR Kritik RUU Suaka Inggris

Inggris berharap RUU itu akan menurunkan jumlah migran dan pengungsi yang datang

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Demonstran memegang plakat, selama protes di Parliament Square, London, Rabu, 18 Agustus 2021. Pemerintah Inggris mengatakan pihaknya berencana untuk menerima 5.000 pengungsi Afghanistan tahun ini, terutama wanita dan anak-anak, sebagai tanggapan atas perebutan kekuasaan oleh Taliban.
Foto: AP/Alberto Pezzali
Demonstran memegang plakat, selama protes di Parliament Square, London, Rabu, 18 Agustus 2021. Pemerintah Inggris mengatakan pihaknya berencana untuk menerima 5.000 pengungsi Afghanistan tahun ini, terutama wanita dan anak-anak, sebagai tanggapan atas perebutan kekuasaan oleh Taliban.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengkritik rancangan undang-undang (RUU) Inggris tentang suaka. Menurutnya, hal tersebut bakal menciptakan sistem dua tingkat yang tak adil.

Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (23/9), UNHCR memperingatkan Nationality and Borders Bill akan menghukum sebagian besar pengungsi yang mencari suaka. UNHCR menilai hal itu tak dapat dibenarkan jika mulai diberlakukan.

Baca Juga

“RUU ini akan melemahkan, bukan mempromosikan, tujuan pemerintah yang dinyatakan untuk meningkatkan perlindungan bagi mereka yang berisiko mengalami persekusi. Mereka yang datang secara tidak teratur akan dicap sebagai tidak layak dan tidak diinginkan, disimpan dalam status genting selama 10 tahun, serta ditolak akses ke dana publik kecuali miskin,” kata perwakilan UNHCR untuk Inggris Rossella Pagliuchi-Lor, dikutip laman Aljazirah.

Saat ini Nationality and Borders Bill sedang bergerak melalui majelis rendah Parlemen Inggris House of Commons. RUU itu didasarkan pada gagasan bahwa orang harus mengklaim suaka di “negara aman pertama” yang mereka datangi.

Para pejabat Inggris berharap RUU itu akan menurunkan jumlah migran dan pengungsi yang tiba di negara tersebut. Hal itu mengingat lebih banyak migran yang melakukan perjalanan dari Prancis melalui Selat Inggris dalam beberapa bulan terakhir.

Namun UNHCR mengatakan tidak ada konsep seperti itu dalam hukum internasional. Sebab peraturan demikian tak tercantum dalam Konvensi Pengungsi 1951. Konvensi itu menjabarkan definisi pengungsi dan tanggung jawab negara yang terlibat dalam klaim suaka.

“Pembedaan perlakuan ini tidak memiliki dasar dalam hukum internasional. Definisi Konvensi tentang pengungsi tidak bervariasi menurut rute perjalanan, pilihan negara suaka, atau waktu klaim,” kata Pagliuchi-Lor.

UNHCR menegaskan, memaksa pengungsi untuk mengklaim suaka di “negara aman pertama yang dicapai” akan terbukti “tidak dapat dijalankan” dalam praktiknya. “Dari 34,4 juta pengungsi dan pencari suaka di dunia, 86 persen berada di negara-negara yang kurang kaya,” katanya.

“Kebijakan itu akan memberi lebih banyak tekanan pada negara-negara seperti itu dan merusak solusi. Ini mungkin juga mendorong pergerakan pengungsi lebih lanjut,” kata UNHCR.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement