Sabtu 02 Oct 2021 12:41 WIB

Penyelenggara Pemilu Harus Paham Dinamika Politik

Paling penting juga penyelenggara pemilu teguh dalam penegakan peraturan. 

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Hakim Ketua Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang putusan gugatan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 2019 bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) dan Aswanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Galih Pradipta
Hakim Ketua Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang putusan gugatan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 2019 bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) dan Aswanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, Hotman Siahaan, mengatakan, penyelenggara pemilu harus memiliki integritas dan pemahaman tinggi terhadap dinamika politik, baik di tingkat nasional maupun daerah. Menurut dia, hal ini penting dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada.

“Penyelenggara pemilu menurut saya harus mempunyai integritas dan mempunyai pemahaman yang sangat tinggi terhadap dinamika politik,” ujar Hotman dalam webinar pada Sabtu, (2/10).

Dia menuturkan, jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyelenggarakan pesta demokrasi. Tentu masing-masing daerah, kabupaten/kota hingga provinsi memiliki dinamika politik berbeda.

Hotman mengatakan, para penyelenggara akan menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya praktik pendekatan ideologi dominan. Di mana pilihan masyarakat dimanipulasi oleh mereka yang sedang berkuasa melalui media massa.

Pemilih akan dibujuk oleh institusi atau kelompok dominan, baik pemerintah, partai politik, kelompok agama, atau pun kelompok bisnis untuk menerima ideologi yang bersimpati kepada kepentingan institusi atau kelompok dominan tersebut. Sekaligus mendorong para pemilih mencoblos kandidatnya.

Menurut dia, Indonesia mengalami ideologi dominan ini dalam proses demokrasi akhir-akhir ini. Pada pemilu sebelumnya, ideologi kelas dominan sangat keras karena orang sangat berupaya membujuk orang lain melalui agama, bisnis, dan lainnya.

“Berita-berita hoaks, berita hate speech akan muncul banyak dalam kondisi semacam ini,” kata Hotman.

Selain itu, Hotman melanjutkan, paling penting juga penyelenggara pemilu teguh dalam penegakan peraturan agar pemilu dan pilkada tidak diwarnai permasalahan. Banyak konflik yang berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang seharusnya bisa diselesaikan terlebih dahulu di tataran penyelenggara pemilu.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement