REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengaku bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap 15 kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Tiga kasus diantaranya diketahui ditindaklanjuti dengan penyidikan dan pemeriksaan.
"Dari 15 kasus, tiga sudah ke pengadilan, 12 (kasus) masih bolak balik antara Komnas HAM dan Jaksa Agung," kata Taufan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III, Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (4/10).
Tiga kasus tersebut yaitu Timor-Timor (1999), Tanjung Priok (1984), dan Abepura (2000). Taufan menyebut pihaknya telah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan Jaksa Agung. Namun ia mengatakan untuk penyelesaian yudisial belum ada kata sepakat.
"Sekarang ada usulan baru yang sekarang digodok Komnas HAM, Kantor Staf Presiden, Kemenkumham dan Menkopolhukam yaitu satu tim kepresidenan di bawah menko nanti, tidak langsung ke presiden, di bawah menkopolhukam untuk penyelesaian yang non-yudisial," ujarnya.
Taufan menuturkan Komnas HAM telah mengeluarkan acuan untuk pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban kalau seandainya nanti dijalankan. "Kemungkinan Presiden akan mengeluarkan satu SK untuk tim khusus yang bekerja untuk penyelesaian nonyudisial ini, selain menunggu penyelesaian yang yudisial," ujarnya.
Selain 15 kasus dugaan pelanggaran HAM berat, Taufan juga menyebut sejumlah kasus intoleransi yang menarik perhatian masyarakat. Salah satunya kasus kematian enam laskar FPI di Karawang.
"Karena proses hukum terhadap dua aparat kepolisian yang terduga belum berlangsung di pengadilan, jadi masih menjadi perhatian, Komnas masih sering dipertanyakan soal ini tapi kami selalu tetap dengan kesimpulan awal bahwa temuan Komnas memang fix confirm bahwa kami tidak menemukan suatu dugaan pelanggaran HAM berat, karena itu kami simpulkan ini peristiwa unlawfull killing pada empat orang yang dua meninggal karena tembak menembak," ucapnya.
Selain itu, kasus lain yang juga menarik perhatian masyarakat yaitu penyerangan masjid Ahmadiyah di Sintang. Ia menuturkan, saat ini proses hukum terhadap pelaku sudah berjalan. Namun ada hal lain yang masih harus diselesaikan secara sosial budaya terhadap masyarakat di Sintang lantaran ada gejolak yang muncul, bahkan membawa isu SARA.
"Ini isu yang penting karena kasus penyerangan terhadap Ahmadiyah ini bukan hanya di Sintang tapi juga di beberapa tempat lain juga," tuturnya.