REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah laporan media Inggris The Sun yang menyatakan mata-mata Rusia mencuri blueprint untuk vaksin Oxford-AstraZeneca. Surat kabar itu mengutip sumber keamanan anonim dalam cerita singkat sebanyak 339 kata.
Sebuah artikel yang dirilis 10 Oktober itu menuduh bahwa mata-mata Rusia mencuri formula vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan Inggris-Swedia AstraZeneca untuk membuat tusukan Sputnik V Rusia.
"Untuk Inggris dan mitra Barat lainnya, saya tidak berpikir seseorang akan menganggap serius pernyataan tidak berdasar ini," ujar Lavrov.
"Sudah banyak tuduhan tidak berdasar," katanya dikutip dari Aljazirah.
Lavrov menegaskan, vaksin asal Rusia tidak menimbulkan efek samping yang dihasilkan oleh vaksin buatan Inggris itu. Ada laporan tentang efek samping yang jarang dari suntikan AstraZeneca dengan sebagian kecil orang mengalami pembekuan darah setelah menerima suntikan.
"Saya pikir setiap orang yang tertarik akan menarik kesimpulan untuk diri mereka sendiri," ujar Lavrov.
Perselisihan muncul ketika Inggris dan Rusia berada di ujung yang berlawanan dari kampanye vaksinasi. Sekitar 85 persen orang yang berusia di atas 12 tahun telah mendapatkan dosis pertama vaksin Covid-19 di Inggris. Sementara hampir 80 persen mendapatkan keduanya.
Sementara Rusia cepat mengembangkan dan meluncurkan vaksin Sputnik V ketika pandemi melanda tahun lalu. Namun penerimaannya lambat, dengan banyak mengutip ketidakpercayaan terhadap pihak berwenang dan ketakutan akan produk medis baru. Hanya 33 persen warga di Rusia yang divaksinasi lengkap.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Selasa, bahwa Rusia perlu mempercepat kampanye vaksinasi terhadap Covid-19. Secara total, Rusia telah mencatat 426.361 kematian terkait virus korona, sementara jumlah kematian di Inggris mencapai 137.763.