REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritik pedas kebijakan wajib tes polymerase chain reaction (PCR) bagi pengguna transportasi udara. Dia menilai, kebijakan tersebut diskriminatif karena pengguna transportasi darat dan udara tak wajib tes PCR.
"Menerapkan wajib PCR bagi penumpang pesawat adalah kebijakan yang diskriminatif dan memberatkan konsumen," kata Tulus dalam pernyataannya yang dikutip Republika, Sabtu (23/10).
Tulus mengamati, angkutan non udara hanya diwajibkan memiliki hasil tes negatif antigen. Bahkan, dia mendapati, para pengguna bus umum malah tak perlu tes antigen, apalagi PCR.
Kondisi ini yang menurut Tulus memunculkan stigma diskriminatif terhadap penumpang pesawat. "Angkutan umum lain hanya wajib antigen, malah di bus umum tidak pakai tes segala macam," ujarnya.
Selain itu, Tulus menyinggung, pusat perbelanjaan yang mulai ramai karena hanya mensyaratkan vaksin Covid-19 untuk bisa masuk. Apalagi, pemerintah baru-baru ini, memutuskan anak usia di bawah 12 tahun boleh masuk mall.
"Masuk mal sudah bebas, bahkan anak-anak pun sudah boleh. kenapa penumpang pesawat masih dipersulit?" ucap Tulus.
Tulus meminta, pemerintah untuk konsisten dengan kebijakannya sendiri. Dia menantang pemerintah agar memberlakukan tes PCR di semua moda transportasi atau tidak tes PCR sama sekali.
"Kalau memang sudah berani masuk PPKM ke level II bahkan I ya konsisten dong. Biar fair, berlakukan PCR semua, atau sebaliknya (tak lagi gunakan PCR)," tutur Tulus.
Sebelumnya, Pemerintah mengumumkan tetap mewajibkan tes negatif menggunakan PCR bagi pengguna moda transportasi udara wilayah Jawa-Bali dan non-Jawa-Bali pada PPKM level 3 dan 4. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan penyesuaian kebijakan ini tujuannya sebagai uji coba pelonggaran mobilitas dalam meningkatkan produktivitas masyarakat dengan penuh kehati-hatian.