Sabtu 30 Oct 2021 06:59 WIB

Tersangka Korupsi Gas Bumi Gunakan Nama Istri di PT DKLN

Penyidik menemukan dugaan TPPU yang dilakukan MM menggunakan peran istrinya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi menjawab pertanyaan wartawan di gedung Kejakgung, Selasa (28/9).
Foto: Bambang Noroyono/REPUBLIKA
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi menjawab pertanyaan wartawan di gedung Kejakgung, Selasa (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengungkapkan, tersangka Muddai Maddang (MM) menggunakan nama istrinya, Ratna Yulita (RY) dalam kepengurusan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) terkait korupsi gas bumi di Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel). DKLN, adalah perusahaan swasta yang bersama-sama PDPDE Sumsel berkongsi bisnis membentuk PDPDE Gas.

PDPDE Gas, Supardi katakan, adalah sarana bagi banyak pihak yang terindikasi melakukan korupsi dalam pembelian, dan pengelolaan gas bumi oleh PDPDE Sumsel sepanjang 2008-2018. Peran RY, kata Supardi, sudah ditelusuri oleh penyidik, pada Kamis (28/10).

Baca Juga

“RY, bersama MD, isteri dan anak dari tersangka MM, sudah diperiksa,” ujar Supardi, di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Jumat (29/10). Kata Supardi, dari hasil pemeriksaan penyidik, RY diketahui sebagai Direktur DKLN.

Akan tetapi, dikatakan Supardi, RY kepada penyidik, mengaku tak tahu-menahu soal perusahaan tersebut. RY, kata Supardi, juga mengaku kepada penyidik, tak mengetahui namanya berada dalam struktur kepengurusan PT DKLN. “Yang menempatkan itu suaminya, MM di perusahaan itu (DKLN). Namanya (RY) yang digunakan oleh tersangka MM,” ujar Supardi.

Supardi menambahkan beban dan tanggungjawab pemidanaan terkait penggunaan nama RY dalam struktur DKLN tersebut, jatuh kepada MM yang saat ini sudah tersangka dan tahanan. “Saksi RY ini, tidak mengambil kebijakan di DKLN, karena suaminya yang menggunakan namanya,” tegas Supardi.

Selain itu, dari pemeriksaan terhadap RY, penyidik juga menemukan adanya dugaan pencucian uang (TPPU) yang dilakukan MM, dengan menggunakan peran RY. “Dari pemeriksaan, kita sudah dapat TPPU-nya. Ada beberapa aset, seperti lahan, dan bangunan di Bandung, Jakarta, juga di Palembang, yang terkait dengan MM itu,” ujar Supardi.

Kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh PDPDE Sumsel terjadi pada 2008-2018. Kejakgung, menebalkan angka kerugian negara mencapai Rp 480-an miliar. Dalam kasus tersebut, Jampidsus sudah menetapkan empat orang tersangka. Yakni mantan gubernur Sumsel Alex Noerdin (AN) dan rekannya, Muddai Maddang (MM). Dua tersangka lainnya, adalah Caca Isa Saleh S (CISS), dan A Yaniarsyah Hasan (AYH).

Direktur Penyidikan Jampidsus Supardi menerangkan, kronologis kasus tersebut. Alex Noerdin, selaku mantan gubernur Sumsel, saat menjabat 2008-2018 menyetujui pembentukan PDPDE Gas. Perusahaan tersebut, adalah kongsi bisnis yang bermasalah antara PDPDE Sumsel dengan perusahaan swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN). Pembentukan PDPDE Gas tersebut, karena diyakini PDPDE Sumsel, selaku penerima pembelian gas bagian negara, tak mampu mengelola, dan memiliki modal.

Padahal diketahui, perusahaan milik pemerintah daerah tersebut memiliki kemampuan, dan modal dalam pembelian, dan pengelolaan gas bagian negara yang sudah disetujui Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas). “PDPDE Gas ini, hanya modus. Di situlah terjadi dugaan tindak pidana (korupsinya). Karena PDPDE Sumsel, yang seharusnya bisa (mengelola gas bumi), tetapi setuju dengan swasta membuat PDPDE Gas,” tutur Supardi.

Pembentukan kongsi bisnis tersebut, dikatakan Supardi, juga sepihak menempatkan Muddai Maddang, dan Caca Saleh, sebagai komisaris PDPDE Sumsel, dan di PDPDE Gas, serta Yaniarsyah sebagai direktur di PDPDE Gas. Terhadap empat tersangka tersebut, sementara ini dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Pasal 3 UU Tipikor. Sementara untuk sangkaan TPPU, penyidik menggunakan Pasal 3, dan Pasal 4 UU 8/2010.

Pekan lalu, Supardi menebalkan sangkaan Pasal 3, dan Pasal 4 TPPU 8/2010 terhadap tiga tersangka. Yakni, terhadap tersangka Muddai Maddang, juga terhadap A Yaniarsyah Hasan, juga terhadap Caca Isa Saleh. Adapun terhadap tersangka Alez Noerdin, kata Supardi, penyidik juga sedang mendalami adanya dugaan TPPU. Akan tetapi, belum cukup bukti untuk menebalkan sangkaan TPPU, terhadap politikus dari Partai Golkar tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement