REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Nasional Nia Elvina meminta pemerintah berhati-hati dalam mengambil langkah antisipasi terjadinya gelombang ketiga Covid-19. Ini karena masyarakat Indonesia terdominasi atas orang-orang yang menganut prinsip patron-klien atau pemimpin-pengikut.
“Pemerintah bisa belajar banyak dari pengalaman kita sendiri dalam penanganan Covid dan negara lain yang telah mengalami gelombang ketiga pandemi ini,” jelas Nia baru-baru ini.
Menurut Nia, inisiasi penanganan pandemi Covid-19 dan antisipasi gelombang ketiga bukan dari masyarakat. Selain dominasi masyarakat adalah terdiri atas orang-orang yang mengikuti aturan dari para pemimpin kebijakan, sebagian besar dari masyarakat juga memiliki fokus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat pun saat ini juga berfokus tentang bagaimana cara agar bisa bertahan di tengah dampak ekonomi dari Covid-19 yang belum peluh. Sebab, tak dipungkiri angka kemiskinan di tengah masyarakat saat ini mengalami kenaikan imbas adanya pandemi Covid-19.
“Pemerintah bisa memfilter pengalaman dari negara lain. Dengan demikian dikonstruksi atau dibuat aturan yang sesuai dengan karakter masyarakat kita,“ kata dia.
Kasus penolakan vaksin di Indonesia juga sangat minim dan bisa diantisipasi. Nia menyebut fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat ingin vaksin tapi vaksin masih belum tersedia.
Hal ini membuktikan masyarakat Indonesia pada umumnya memang masih menurut dengan kebijakan pemerintah tentang pengendalian Covid-19. Nia menyebut para pemimpin kebijakan harus bisa menentukan kebijakan yang bisa mengantisipasi penyebaran Covid-19.