REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, meminta pemerintah membuat kebijakan yang konsisten jika memang ingin mengurangi pergerakan masyarakat saat Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Semua sektor dan semua moda transportasi harus dibatasi untuk mencegah lonjakan kasus seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya.
"Kalau mau menghentikan mobilitas, ya hentikan semua moda transportasi. Tutup jalan tol. Tutup akses masuk ke tempat wisata," kata Masdalina kepada Republika.co.id, Rabu (10/11).
Selama semua moda transportasi itu masih bisa digunakan masyarakat, kata dia, tentu akan ada pergerakan. Oleh karenanya, pemerintah tak bisa menyalahkan masyarakat jika masih ada mobilitas.
Lebih lanjut, Masdalina menilai aturan yang dibuat pemerintah sering tak konsisten. Apalagi ketika sudah ada kepentingan lain yang muncul, seperti kepentingan pariwisata dan perdagangan. "Satu sisi melarang pergerakan, sisi lain meningkatkan perekonomian. Apalagi kepentingan bisnis," ujarnya.
Ia mencontohkan hal itu dengan kebijakan PPKM yang sudah diterapkan berulang kali. "Apakah masyarakat memperhatikan itu? Nggak juga. Mobilitas sudah berjalan sebagaimana biasa, macet di mana-mana," katanya.
Terlepas dari aturan yang akan dibuat pemerintah, Masdalina menyebut bahwa pergerakan masyarakat tak berbanding lurus dengan kenaikan atau penurunan kasus Covid-19. "Intinya, mobilitas mampu menyebarkan penyakit termasuk variant of concern, tapi tidak head to head meningkatkan atau menurunkan jumlah kasus," ucapnya.
Peningkatan dan penurunan jumlah kasus, lanjut dia, lebih dominan disebabkan basic control yang dilakukan pemerintah. "Kalau tes yang dilakukan memadai, kasus bisa bertambah. Kalau tracing kuat dan rantai penularan terputus, maka penurunan kasus sistematik," katanya.
Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Diponegoro, Ari Udiyono, menilai, pembatasan pergerakan masyarakat saat Libur Nataru tetap penting. Tapi, dia tak mempermasalahkan mal tetap buka.
Bagi Ari, pergerakan masyarakat di dalam kota masih lebih baik dibanding pergerakan lintas kota atau lintas provinsi. Apabila terjadi pergerakan lintas kota, maka ada kemungkinan varian tertentu memasuki kota tujuan. "Ketika kita dalam satu wilayah, maka potensi penularannya itu kan masih dalam strain yang sama, masih dalam varian yang sama. Di Kota Semarang saja misalkan, mungkin variannya itu saja," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, pihaknya bersama kementerian dan lembaga lain sedang mempersiapkan peraturan untuk membatasi mobilitas masyarakat pada masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Langkah ini ditempuh untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 sebagaimana terjadi pada libur Nataru tahun sebelumnya.
"Aturannya sedang digodok. Segera akan rampung dan diumumkan," ungkap Muhadjir kepada Republika, Selasa (9/11). Ketika ditanya apakah pembatasannya termasuk perjalanan darat, Muhadjir enggan memberikan jawaban.
Muhadjir hanya menyatakan bahwa pembatasan jumlah pengunjung mal tak akan masuk dalam aturan libur Nataru. Sebab, pembatasan jumlah pengunjung mal sudah diatur dalam ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Jumlah pengunjung mal di tiap daerah ditentukan level PPKM yang berlaku di daerah tersebut.