REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, protokol kesehatan (prokes) harus dioptimalkan dalam menghadapi bencana yang mulai banyak terjadi di Tanah Air, seperti banjir dan tanah longsor. Prokes, kata Wiku, menjadi salah satu langkah antisipasi korban bencana yang berkumpul di tempat pengungsian untuk menekan munculnya klaster Covid-19.
"Kembali kepada prinsip dasar saja seoptimal mungkin menjalankan prokes 3M didukung peningkatan higienitas lingkungan agar tidak menimbulkan penyakit menular lainnya," kata Wiku kepada Republika, Kamis (11/11).
Hal senada disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. Dia menekankan, betapa pentingnya prokes saat menghadapi bencana di masa pandemi.
"Yang penting prokes ya, kita kan punya pengalaman kemarin bencana gempa di Sulbar (Mamuji) saat covid," ujar Nadia kepada Republika.
Dikonfirmasi terpisah, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman Dicky meminta pemerintah membuat mitigasi. Upaya ini untuk mengantisipasi korban bencana bisa berkumpul di tempat pengungsian tanpa memunculkan klaster Covid-19.
"Evakuasi dan tempat pengungsian tanpa adanya potensi penularan sungguh sangat menantang dalam situasi pandemi," kata Dicky kepada Republika.
Dicky memandang, salah satu hal penting yang menjadi prioritas di daerah rawan bencana adalah dikejarnya cakupan vaksinasi. Karena, dengan vaksinasi dapat membantu penduduk setempat memiliki risiko tertular yang rendah saat mengungsi.
Terutama cakupan vaksinasi kelompok lanjut usia (lansia) yang hingga saat ini belum sampai 50 persennya mendapatkan dua dosis lengkap. Menurutnya, baru tiga provinsi yang mencapai lebih dari itu, yaitu Yogyakarta, Jakarta, Bali. Sedangkan sisanya masih jauh dibawah 50 persen.
"Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) untuk memperluas cakupan vaksinasi, terutama daerah rawan bencana, baik itu di Jawa, Sumatra, hingga Sulawesi," katanya.
Dicky meminta, pemerintah melakukan mitigasi memastikan masyarakat yang rawan, termasuk memetakan masyarakatnya yang belum bisa divaksin atau memiliki penyakit penyerta (komorbid) dan lansia. Dia menyarankan, pemerintah memulai opsi penyiapan tempat pengungsian yang aman.
Salah satunya yang harus disiapkan adalah luas tempat pengungsian dengan kapasitas yang lebih longgar serta sirkulasi udara dan ventilasi udara yang baik. Termasuk tempat mandi cuci kakus (MCK) darurat yang harus diperhatikan ventilasi udaranya.
"Harus dipastikan juga masyarakat yang masuk shelter sudah skrining dari gejala, suhu, ini penting banget, dan untuk bergejala harus disiapkan tempat isoalsi karantina darurat," ujar Dicky.