Sabtu 13 Nov 2021 18:58 WIB

Kemendikbudristek Diminta Jangan Pakai Kacamata Kuda

Anggota Komisi X usul Permen PPKS dicabut dulu kemudian dibahas bersama.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati  / Red: Bayu Hermawan
Fahmy Alaydroes
Foto: ist
Fahmy Alaydroes

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmy Alaydroes mengaku pihaknya belum diajak bicara dalam proses membuat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Sehingga, Komisi X mengusulkan Permendikbudristek tersebut dicabut kemudian kembali dibahas bersama-sama dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.

"Dari rapat yang saya ikuti belum pernah mendapatkan laporan itu (rapat dengan Kemendikbudristek sama-sama membahas permendikbudristek PPKS), bisa dikonfirmasi ke ketua Komisi X. Tetapi sepanjang saya mengikuti pembahasan Komisi X terkait masalah kekerasan seksual di kampus, sepertinya Permen PPKS belum pernah dibahas," ujarnya saat berbicara di diskusi virtual bertema Pro Kontra Permen PPKS, Sabtu (13/11).

Baca Juga

Fahmy mengatakan, fraksi PKS di Komisi X tidak pernah tahu proses pembentukan permen ini. Sehingga, ketika permen tersebut ada, pihaknya merasa kaget karena pembuatannya yabg dinilai mendadak. Padahal, dia melanjutkan, Komisi X tidak pernah diajak bicara terkait terbitnya permendikbud.  Kemudian tiba-tiba saja terbit Permen PPKS. 

"Memang permendikbud ranah eksekutif, kami menghormatinya. Tapi apa salahnya kalau konsultasi (dulu)," katanya.

Menurutnya, pasal-pasal di permen ini tak bisa dilepaskan dari kerangka berpikir yang membuatnya. Padahal, dia menambahkan, dalam proses merumuskan kebijakan harus bijaksana apalagi melibatkan stakeholder banyak perguruan tinggi yang luas, baik negeri maupun swasta. Lebih lanjut Komisi X berharap ini jadi proses pembelajaran Kemendikbudristek. Mungkin saja setelah ada kontroversi seperti saat ini, dia menambahkan, Mendikbudristek Nadiem Makarim bisa hadir di Komisi X untuk bersama-sama memperbaiki permen jadi lebih kuat. Artinya Komisi X siap diajak untuk mensikapi masalah ini. 

"Kita lihat kontroversi yang luar biasa, bahkan kontroversi yang sangat luas termasuk di organisasi Islam Muhammadiyah," katanya.

Terkait usulan Komisi X, ia meminta permen tersebut tidak perlu dicoret atau direvisi. Menurutnya, yang paling bijaksana adalah cabut saja dulu permen tersebut. Kemudian libatkan sebagian stakeholder yang merasa belum dilibatkan, termasuk ahli hukum, hingga DPR. Kemudian duduk bersama, perbaiki, kemudian rekonstruksi ulang permen.

"Kalau permen PPKS ini dibiarkan begitu saja maka muncul berbagai macam tafsiran seolah permen ini masa bodoh dengan persoalan seksual. Ini yang justru yang mengkhawatirkan dan menjadi masalah serius dalam konteks moral," ujarnya.

Ia menambahkan, masalah ini memang sudah marak sejak era 2000-an. Namun, pihak Kemendikbudristek diminta jangan hanya melihat kekerasan seksual dari kacamata kuda satu pihak. Komisi X meminta semua pihak duduk bersama. Sebab, ini terkait berbagai pandangan atau persepsi yang berkembang di media sosial. Komisi X juga meminta permen ini nantinya fokus bisa mencegah terjadinya kekerasan seksual, termasuk penyimpangan seksual berdasarkan pancasila dan agama. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement