Selasa 23 Nov 2021 17:27 WIB

Robin Mestinya tak Cuma Ungkap Komunikasi Lili-Syahrial

Pengakuan Stepanus Robin dinilai tak cukup untuk status Justice Collabolator.

Terdakwa mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara yang menyeret terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/11). Sidang itu beragenda pemeriksaan terdakwa Robin Pattuju bersama terdakwa pengacara Maskur Husain. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara yang menyeret terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/11). Sidang itu beragenda pemeriksaan terdakwa Robin Pattuju bersama terdakwa pengacara Maskur Husain. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Rizkyan Adiyudha

Mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju (SRP) mengungkapkan ia bersedia menjadi justice collaborator (JC) selain perannya sebagai terdakwa dalam perkara suap. JC adalah predikat yang diberikan oleh majelis hakim pada pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar kejahatan yang lebih besar. Status JC akan meringankan hukuman.

Baca Juga

"Kami mengajukan justice collaborator, Yang Mulia," kata Robin di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/11).

Robin mengajukan diri sebagai JC dengan alasan telah membongkar dugaan keterlibatan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh. Robin juga mengakui perbuatannya, yang telah mempermalukan citra instansi penegak hukum dalam hal ini Polri dan KPK.

"Sepanjang proses sidang, saya sangat menyesal dan saya mengakui perbuatan yang sudah saya lakukan terutama yang merugikan saya pribadi dan institusi KPK dan Polri juga," ujar Robin.

Dalam dakwaan Jaksa KPK, Robin menerima suap mencapai Rp 11.025.077.000 dan 36 ribu dolar AS. Robin dalam mengurus perkara sejumlah pihak dibantu oleh advokat Maskur Husein yang kini juga sudah menjadi terdakwa.

Sejumlah uang suap yang diterima Robin di antaranya yakni dari, Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial mencapai Rp 1,65 miliar. Kemudian, dari Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3.009.887.000 dan 36 ribu dolar AS.

Selanjutnya, dari terpidana eks Wali Kota Cimahi, Ajay M Priatna sebesar Rp 507.390.000. Kemudian dari Usman Efendi sebesar Rp 525 juta serta terpidana korupsi eks Bupati Kutai Kertanegara, Rita Widyasari sebesar Rp 5.197.800.000.

In Picture: Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Diperiksa KPK

photo
Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (22/11/2021). KPK menyatakan berkas perkara Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan pemberian suap pencairan anggaran DAK Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017 dinyatakan lengkap dan akan dilimpahkan ke tahap II untuk dihadapkan ke pengadilan Tipikor. - (ANTARA/Reno Esnir)

 

 

Lili dan Arief Aceh

Dalam persidangan Senin kemarin, Robin menyebut nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli. Robin mengungkap nama Lili dalam percakapan antara dirinya dengan Wali Kota Tanjung Balai nonaktif M. Syahrial, terkait tawaran bantuan penanganan kasusnya di KPK.

Robin mengungkapkan awal ia dan Maskur Husain hanya memantau apakah benar perkara Syahrial ditangani KPK. Kemudian setelah komunikasi berjalan seminggu, Robin mengaku dihubungi Syahrial.

"Saya dihubungi lagi oleh Syahrial lewat telepon, dia mengatakan 'Bang, sudah dapat informasi belum? Soalnya saya barusan dihubungi sama Bu Lili," kata Robin dalam persidangan.

Robin kemudian mengungkapkan atas pengakuan Syahrial yang ia dapatkan hasil komunikasi dengan Lili Pintauli, kasus jual beli jabatan M. Syahrial sudah berada di meja komisioner KPK. Komunikasi antara Syahrial dan Lili Pintauli berlanjut.

"Terus gimana, Bu? Dibantu lah Bu'. Terus Bu Lili menyampaikan: 'Ya sudah kalau mau dibantu kamu ke Medan ketemu dengan pengacara namanya Arif Aceh'," kata Robin menceritakan kembali.

Munculnya nama baru Arif Aceh ini, justru membuat bingung Syahrial. Karena ia sebelumnya telah meminta tolong kepada Robin Pattuju terkait penanganan kasusnya di KPK.

Syahrial pun menanyakan nama Arif Aceh tersebut ke Robin apakah ia mengenalnya. Namun, Robin mengaku tidak mengenal orang dari jalur yang ditawarkan Lili Pintauli tersebut.

"Saya jawab kalau di KPK nggak ada namanya Arief Aceh," sebut Robin.

Ketika Robin menanyakan nama Arif Aceh ke Maskur, ternyata ia mengetahui nama tersebut yang ia katakan Arif Aceh sebagai seorang 'pemain.' "Wah itu pemain di KPK," kata Robin menirukan jawaban Maskur.

Dari situlah, Robin akhirnya ingin memastikan kepada Syahrial, jalur mana yang akan ia pakai untuk mengamankan perkaranya di KPK. Syahrial sempat menjawab akan berpikir dahulu, sebelum akhirnya ia memutuskan tetap menggunakan jasa Robin untuk mengamankannya dari jerat KPK.

"Ya sudah saya minta bantuan abang saja', maksudnya lewat saya," kata Robin.

Syahrial akhirnya menyerahkan uang senilai Rp 1,695 miliar kepada Robin untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan. Uang senilai Rp1,695 miliar itu dibagi dua, yaitu sebesar Rp 490 juta untuk Robin dan Rp 1,205 miliar untuk Maskur Husain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement