REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai restrukturisasi kredit sebesar Rp 714,02 triliun kepada 4,4 juta debitur pada Oktober 2021. Adapun realisasi ini turun dibandingkan restrukturisasi kredit sebesar Rp 738, 8 triliun kepada 4,6 juta debitur pada September 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan penurunan ini sejalan upaya perbankan tetap konsisten membentuk cadangan, sehingga semua debitur yang dalam restrukturisasi ini mempunyai buffer yang cukup apabila dikategorikan non-performing loan.
“Restrukturisasi kredit Covid-19 tercatat melanjutkan tren penurunan,” ujarnya saat webinar, Jumat (26/11).
Wimboh menjelaskan sektor ekonomi utama yang terdampak Covid-19, yakni perdagangan dan manufaktur mulai menunjukkan perbaikan pergerakan masing-masing sebesar minus 23,1 persen yoy dan minus 35,9 persen yoy pada Oktober 2021.
OJK turut mencatat fungsi intermediasi perbankan pada Oktober 2021 menunjukkan tren peningkatan, dengan pertumbuhan kredit sebesar 3,24 persen secara tahunan atau 3,21 persen sepanjang tahun berjalan (ytd). Secara sektoral, kredit perbankan mengalami peningkatan karena ditopang oleh sektor manufaktur dan rumah tangga, yang masing-masing sebesar Rp 5,3 triliun dan Rp 8,8 triliun.
Adapun dana pihak ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,44 persen yoy. OJK mencatat rasio kredit bermasalah atau NPL net pada Oktober 2021 turun 1,02 persen, sedangkan NPL gross sebesar 3,22 persen, rasio NPF perusahaan pembiayaan sebesar 3,89 persen.
Likuiditas industri perbankan juga masih berada level yang memadai. Hal ini terlihat dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing 154,59 persen dan 34,05 persen, atau di atas ambang batas ketentuan sebesar 50 persen dan 10 persen.