REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Mahmoud Abbas memperpanjang status darurat di Palestina selama 30 hari lagi untuk memerangi pandemi Covid-19. Keadaan darurat pertama kali diumumkan pada Maret 2020 setelah ditemukannya kasus pertama virus corona di wilayah Palestina, dan telah diperpanjang atau diberlakukan kembali setiap 30 hari sejak saat itu.
Dilansir dari Wafa News, Ahad (28/11), hukum dasar Palestina memungkinkan perpanjangan satu kali keadaan darurat, dan jika harus diperpanjang untuk waktu yang lebih lama, deklarasi baru harus dikeluarkan. Keadaan darurat memberi pemerintah kekuatan untuk bertindak dengan cara apa pun yang dianggap perlu untuk memerangi pandemi.
Baru-baru ini, masyarakat internasional juga kembali dibayangi dengan virus Covid-19 varian baru. Virus variam Omicron yang berpotensi lebih menular muncul di lebih banyak negara Eropa. Kemunculannya di berbagai wilayah hanya beberapa hari setelah diidentifikasi di Afrika Selatan.
Inggris memperketat aturan tentang pemakaian masker dan pengujian kedatangan internasional setelah menemukan dua kasus pada Sabtu. Kasus-kasus baru dikonfirmasi di Jerman dan Italia, dengan Belgia, Israel, dan Hong Kong juga melaporkan bahwa varian tersebut telah ditemukan pada wisatawan.
Hampir dua tahun sejak dimulainya pandemi yang telah merenggut lebih dari 5 juta jiwa di seluruh dunia, negara-negara dalam siaga tinggi. Banyak yang telah memberlakukan pembatasan perjalanan pada penerbangan dari Afrika selatan.
Negara-negara itu berusaha mengulur waktu untuk menilai apakah varian Omicron lebih menular daripada varian delta dominan saat ini. Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan perlu untuk mengambil langkah-langkah yang ditargetkan dan pencegahan setelah dua orang dinyatakan positif untuk varian baru di Inggris.
"Saat ini, ini adalah tindakan yang bertanggung jawab untuk memperlambat penyemaian dan penyebaran varian baru ini dan untuk memaksimalkan pertahanan kami,” kata Johnson dalam konferensi pers.