REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) melaporkan dugaan tindak pidana alih fungsi lahan hutan ke Polres Garut, sesuatu yang menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di wilayah Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Terus terang ini merupakan kegiatan kami dari penegakan hukum bersama dengan Polres Garut agar ada efek jera," kata Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah V Garut, Dodi Arisandi,saat jumpa pers penanganan kasus alih fungsi lahan di Polres Garut, Selasa (7/12).
Ia menuturkan Kantor Seksi Konservasi Wilayah V BKSDA Jawa Barat melaporkan adanya alih fungsi lahan di kawasan Gunung Papandayan yang disinyalir menyebabkan bencana alam banjir bandang di kawasan Sukaresmi beberapa waktu lalu.
Hasil temuan di lapangan, kata dia, seluas tiga Hektare lahan sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian, tepatnya di wilayah Gunung Papandayan, Kecamatan Sukaresmi.
Alih fungsi lahan di daerah itu, kata dia, merupakan kawasan suaka alam yang dilindungi, sehingga jika terjadi kerusakan bisa berdampak buruk terhadap alam yang akhirnya menyebabkan erosi atau banjir bandang. "Tentu saja sangat berdampak terhadap terjadinya kerusakan alam akibat alih fungsi lahan ini," katanya.
Ia menyampaikan, mereka sudah berupaya melakukan tindakan dengan mengingatkan masyarakat agar tidak menggarap lahan di kawasan hutan lindung, namun tetap saja dilakukan. Ia berharap adanya tindakan hukum itu bisa mengedukasi masyarakat agar tidak ada lagi tindakan melanggar hukum alih fungsi lahan karena dampaknya akan menyebabkan bencana alam.
"Kalau kegiatannya sudah sekian lama, sudah dilakukan operasi dan sosialisasi, namun kegiatan itu masih dilakukan sehingga dilaporkan sekarang," katanya.
Kepala Satuan Reskrim Polres Garut,AKP Dede Sopandi, sudah menerima laporan Kantor Seksi Konservasi Wilayah V BKSDA Jawa Barat terkait alih fungsi lahan di Gunung Papandayan sehingga diduga menjadi penyebab terjadinya banjir di Sukaresmi.
"Kami memang telah menerima laporan terkait adanya suatu tindak pidana mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas suaka alam serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli yang mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam," katanya.
Ia menyampaikan hasil penyelidikan dan penyidikan adanya pelanggaran dan pelakunya bisa diancam hukuman 10 tahun penjara karena melanggar pasal 19 junctopasal 40 UU Nomor 5/1990 tentang Konservatif Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. "Sampai saat ini kami dari Satreskrim Polres Garut lagi melacak terkait adanya dugaan tindak pidana tersebut," katanya.