REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, korupsi merupakan extra ordinary crime yang memiliki dampak yang sangat besar. Karena itu, ia mendorong agar upaya penanganan kasus korupsi pun juga dilakukan secara extra ordinary. Jokowi juga menekankan agar metode pemberantasan korupsi harus terus diperbaiki dan disempurnakan.
“Penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan. Namun, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar dan lebih komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat,” kata dia saat memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/12).
Jokowi melanjutkan, jumlah kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum pun sangat besar. Pada periode Januari-November 2021, Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi. Sedangkan pada periode yang sama, Kejaksaan juga telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi.
Sejumlah kasus korupsi besar pun juga ditangani secara serius seperti kasus Jiwasraya. Dalam kasus ini, para terpidana telah dieksekusi penjara oleh kejaksaan dan dua di antaranya divonis penjara seumur hidup, serta aset sitaan mencapai Rp 18 triliun dirampas untuk negara.
Sedangkan dalam kasus ASABRI, tujuh terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun sampai dengan hukuman mati, serta uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah. Sementara pada kasus BLBI, Satgas BLBI juga dinilai telah bekerja keras mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp 110 triliun.
Kendati demikian, Jokowi menegaskan, agar upaya penindakan kasus korupsi dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu. “Bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan efek menakutkan deterrence effect pada yang berbuat, tetapi penindakan juga sangat penting untuk menyelamatkan uang negara dan mengembalikan kerugian negara,” jelasnya.