REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran dana dugaan kasus korupsi pembangunan kampus IPDN. Lembaga antirasuah itu meyakini kalau aliran dana korupsi tersebut sampai ke pihak-pihak tertentu di Kementerian Dalam Negeri (kemendagri).
Hal tersebut dikonfirmasi KPK melalui pemeriksaan tiga saksi pada Senin (27/12) lalu. Mereka diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan kampus IPDN di Sulawesi Utara pada tahun 2011.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan adanya dugaan beberapa pertemuan antara saksi dengan tsk DP dkk untuk membahas terkait pemberian sejumlah fee proyek bagi pihak-pihak tertentu di Kemendagri," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (29/12).
Adapun, ketiga saksi yang diperiksa tim penyidik KPK yakni Pegawai PT Adhi Karya, Didi Kustiadi; Direktur PT Kharisma Indotarim Utama, Mulyawan dan Mantan Pegawai PT Adhi Karya, Ari Prijo Widagdo. Pemeriksaan ketiganya dilakukan di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya, Dono Purwoko (DP) sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini hasil pengembangan kasus korupsi pembangunan Gedung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Rokan Hilir, Riau.
Terkait kasus ini, KPK juga telah menetapkan mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kemendagri, Dudy Jocom dan Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya Adi Wibowo sebagai tersangka.
Perkara bermula saat Dudy melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor dan memberitahukan akan ada proyek pembangunan kampus IPDN pada 2010 lalu. Sebelum lelang, diduga telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.
Dudy dan kawan-kawan diduga meminta fee tujuh persen. Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan. Dudy dan para kontraktor selanjutnya menandatangani kontrak proyek.
Pada Desember 2011, meski pekerjaan belum selesai, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk dua proyek IPDN itu. Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total Rp 21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut.