Kamis 30 Dec 2021 09:24 WIB

Kiai Miftachul Akhyar dan Pesan Tersirat Ahwa  

Ahwa pada Muktamar NU meminta Kiai Miftach tak rangkap jabatan

Red: Nashih Nashrullah
Rais Aam PBNU terpilih KH Miftachul Akhyar menghadiri Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU).
Foto:

Oleh : Nur Hidayat, anggota Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan MUI  

Istilah "bidah" ini pertama kali dikenalkan Kiai Miftach saat beliau terpaksa menerima desakan untuk berkenan dicalonkan menjadi ketua umum dalam Munas MUI November 2020 lalu. 

Dalam riwayat perjalanan organisasinya, Kiai Miftach memang belum pernah merangkap jabatan sebagai Ketua MUI. Baik saat cmenjadi Rais Syuriah PCNU Kota Surabaya maupun selama dua kali menjabat Rais Syuriah PWNU Jawa Timur. Bukan karena tidak dicalonkan, melainkan lebih karena kesadaran beliau terkait pentingnya pembagian fungsi dan peran di antara para ulama. 

Dalam beberapa kesempatan, Kiai Miftach bercerita bahwa permintaan untuk menjadi Ketua Umum MUI sudah ada sejak dua tahun sebelum Munas MUI.  Selama itu pula, beliau keukeuh menolaknya. Tapi, ketika terus didesak untuk berkenan dicalonkan hingga injury time menjelang Munas, beliau akhirnya luluh.

Pertimbangannya, Kiai Miftach tidak ingin dianggap menjadi pemicu lahirnya "bid'ah" di dalam NU, jika nantinya yang terpilih Ketua Umum MUI bukan dari unsur NU. "Saya tidak ingin dituduh menjadi pembuat bid'ah, karena selama ini Rais Aam PBNU adalah juga Ketua Umum MUI," tutur beliau.

Dengan gambaran itu, penulis tidak yakin bahwa Sidang AHWA ingin memelopori lahirnya "bidah jam'iyah" NU-MUI. 

Lalu, bagaimana kita membaca pesan tersirat di balik harapan Sidang AHWA itu? Menurut hemat penulis, ada dua perspektif yang dapat digunakan. 

Pertama, bagi internal NU, pesan tersebut harus dimaknai bahwa lima tahun kepemimpinan Rais Aam PBNU ke depan adalah golden moment untuk mengembalikan supremasi Syuriah sekaligus menyiapkan fondasi abad baru NU yang kokoh dan kompatibel dengan tantangan ke depan.

Kedua, jika nanti masyayikh anggota Sidang AHWA telah me-nasakh permintaan tersebut, maka elemen NU yang berada di kepengurusan MUI (terutama yang tidak terakomodasi dalam struktur PBNU 2021-2026) harus membantu kepemimpinan Kiai Miftach di sana. Bukan malah menjadi beban, apalagi menjadi "urusan". Wallahu a'lam.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement