REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memberikan beberapa catatan mengenai rencana pemberian vaksin Covid-19 penguat (booster). Di antaranya adalah terkait penetapan harga bagi konsumen yang diharuskan membayar jika ingin vaksin dosis booster.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah harus menetapkan harga eceran tertinggi (HET) vaksin berbayar, dengan selisih keuntungan yang wajar. Tulus mewanti-wanti jangan sampai ada praktik komersialisasi vaksin booster, apalagi upaya eksploitasi harga vaksin pada masyarakat.
"Catatan lainnya, pemerintah harus melakukan post market control secara ketat, agar tidak terjadi pelanggaran HET yang telah ditetapkan," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (5/1).
Selain itu, YLKI juga meminta pemerintah menjamin program vaksin booster ini tidak mengganggu program vaksinasi yang masih dilakukan. Pemerintah mengatakan, vaksin booster akan dimulai pada 12 Januari 2022 dengan target 21 jutaan orang dewasa.
"Pemerintah harus menjamin bahwa vaksinasi booster tidak akan mengganggu pelaksanaan vaksinasi reguler," kata dia.
Jika vaksin booster harus berbayar, dia melanjutkan, YLKI meminta kelompok rentan ekonomi atau penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan haruslah gratis. Dia bersyukur jika semua bisa digratiskan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sebanyak 21 juta jiwa masyarakat Indonesia masuk dalam kelompok sasaran vaksinasi booster atau suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19 sebagai penguat antibodi.
"Program vaksinasi booster sudah diputuskan oleh Bapak Presiden akan jalan tanggal 12 Januari 2022," kata Budi saat menyampaikan keterangan pers terkait PPKM yang diikuti dari Youtube Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin (3/12).
Budi mengatakan, vaksin booster akan diberikan ke golongan dewasa di atas 18 tahun sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga : 5 Tahap Infeksi Omicron, Waspadai Jika Mengalaminya