Jumat 07 Jan 2022 10:49 WIB

Pejabat Inggris Tuduh China Pakai Jebakan Utang Pengaruhi Negara Lain

Kepala intelijen Inggris menuding China terapkan taktik jebakan utang

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Petugas bank menghitung dolar AS di samping tumpukan yuan China. Kepala intelijen Inggris menuding China terapkan taktik jebakan utang. Ilustrasi.
Foto: Chinatopix via AP
Petugas bank menghitung dolar AS di samping tumpukan yuan China. Kepala intelijen Inggris menuding China terapkan taktik jebakan utang. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON --  Kepala Badan Intelijen Inggris, M16, Richard Moore mengatakan China menggunakan apa yang ia sebut sebagai "jebakan utang" untuk dapat memengaruhi negara lain. Ia mengatakan China akan menguasai aset utama negara peminjam karena tidak bisa membayar utang mereka.

Dikutip dari BBC pada Jumat (7/1/2022), Moore mencontohkan apa yang China lakukan di Sri Lanka. Beberapa tahun yang lalu, China membiayai proyek pelabuhan Hambantota senilai miliaran dolar yang menggunakan pinjaman dan kontraktor dari China.

Baca Juga

Namun proyek itu diliputi kontroversi karena Sri Lanka tidak bisa membayar utang mereka yang menumpuk. Akhirnya pada 2017 lalu Sri Lanka sepakat memberi perusahaan milik pemerintah China 70 persen saham pelabuhan dengan sewa selama 99 tahun sebagai pembayaran atas investasi China.

Lembaga think tank Chatham House yang bermarkas di Inggris mempertanyakan apakah narasi "jebakan utang" memang berlaku. Mengingat kesepakatan itu didorong motivasi politisi setempat dan China mendapatkan kepemilikan pelabuhan itu dengan sah.

Chatham House menekankan porsi utang Sri Lanka pada non-China jauh lebih besar dari pada China. Selain itu, tidak terdapat bukti China mengambil keuntungan posisi strategi militer dari pelabuhan tersebut.

Namun masih ada keraguan mengenai keterlibatkan ekonomi China dalam pertumbuhan Sri Lanka dalam 10 tahun terakhir. Kecurigaan Beijing menggunakan utangnya untuk memenuhi ambisi politik mereka di kawasan juga masih ada.

Beberapa pinjaman China di negara-negara lain juga menimbulkan kontroversi. Kontrak-kontrak tersebut memberi ruang bagi China untuk memengaruhi aset-aset penting. Akan tetapi AidData tidak menemukan kasus China mengambil alih sebagian besar aset dari peminjam saat negara peminjam gagal membayar pinjaman.

China tidak mempublikasikan catatan pinjaman ke negara asing dan sebagian besar kontrak juga berisi syarat rahasia sehingga peminjam tidak bisa mengungkapkan konten kontrak pinjaman mereka. Dapat dikatakan kerahasiaan semacam itu merupakan praktik umum pada kontrak-kontrak pinjaman internasional.

"Perjanjian kerahasiaan sangat umum di pinjaman komersial internasional," kata Professor Queen Mary University of London, Lee Jones.

"Dan sebagian besar pembiayaan pembangunan China pada dasarnya operasi komersial," tambahnya.

Sebagian besar negara-negara industri berbagi informasi mengenai aktivitas pinjam-meminjam mereka melalui kelompok yang dikenal sebagai Paris Club. China memilih tidak bergabung dengan kelompok tersebut tapi berdasarkan data Bank Dunia, dilaporkan China dengan sangat cepat menjadi pemberi pinjaman terbesar di dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement