REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju menyatakan siap menerima apapun keputusan hakim dalam perkara dugaan penerimaan suap terkait pengurusan perkara dugaan korupsi yang ditangani KPK. Robin tengah menjalani sidang pembacaan vonis pada Rabu (12/1/2022) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor).
"Saya siap saja dan terima saja apa yang menjadi keputusan (majelis hakim). Semoga yang terbaik. Saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan, tetapi saya harapkan kebenaran harus terungkap," kata Robin di PN Tipikor. Robin hanya berpesan agar keadilan dapat ditegakkan.
Hingga saat ini, Robin bersikukuh ingin mengungkap peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam perkara yang menjeratnya. Sebab, ia berkomitmen tak lagi mengelak dari kasus tersebut.
"Saya bertanggung jawab atas perbuatan yang saya lakukan. Saya tidak lari. Saya harap semua yang berbuat harus bertanggung jawab masing-masing, termasuk Bu Lili dan kawan-kawan," kata Robin.
Namun keinginan Robin nampaknya belum dapat terwujud. Ia menyayangkan KPK yang malah menolak permohonannya menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator (JC). "Saya dapat informasi JC ditolak (oleh KPK)," sebut Robin.
Diketahui, Jaksa pada KPK menuntut Robin dengan 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan atas perbuatannya. Robin didakwa menerima seluruhnya Rp 11,025 miliar ditambah 36 ribu dolar AS. Suap tersebut diterimanya bersama dengan pengacara Maskur Husain.
Selain itu, jaksa menuntut pidana pembayaran uang pengganti Rp 2,32 miliar yang wajib dibayarkan Robin satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Dalam nota pembelaannya, Robin mengklaim dirinya hanya melakukan penipuan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai penyidik KPK.
Namun, ia menegaskan tidak memiliki kewenangan terkait kasus-kasus dalam perkara yang menjeratnya. Robin lebih tak terima karena membandingkan kewenangannya dengan yang dimiliki Juliari. Selain itu, jumlah uang yang diterimanya jauh lebih kecil dibanding yang diterima mantan pengurus PDIP tersebut.
"Saya merasakan ketidakadilan, di mana menteri tersebut adalah menteri yang jelas-jelas memiliki jabatan dan kewenangan terkait dengan pekerjaannya, dan jabatan dan kewenangannya menerima uang suap sebesar puluhan miliar rupiah tersebut yang besarnya 16 kali lipat dari yang saya terima," kata Robin dalam pembacaaan nota pembelaan atau pledoi pada bulan lalu.