REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Djoko Adi Waluyo, menilai, siasat diperlukan dalam menyikapi kemunculan Omicron di tengah pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di banyak daerah. Menurut dia, harusnya di situasi saat ini sekolah dapat mengatur kapasitas sekolah dan kembali melakukan pembelajaran campuran.
"PGRI menganggap, ketika PTM 100 persen dan Omicron meningkat, tentu jalan keluarnya adalah, bukan kita menolak PTM 100 persen, tapi menyiasatinya, tetap kita gunakan hybrid learning. Kombinasi online dan offline," ujar Djoko lewat pesan suara, Kamis (13/1/2022).
Dalam pelaksanaan pembelajaran campuran itu, kata Djoko, dapat dilakukan gradasi kapasitas sekolah di masing-masing daerah sehingga tidak semua daerah benar-benar melaksanakan PTM 100 persen. Menurut Djoko, pengaturan jumlah kapasitas tersebut bisa saja ditingkatkan berdasarkan perkembangan situasi.
"Tentu ada gradasi, dari 100 itu turunlah 75 persen tetapi onlinenya 25 persen. Jadi tidak 100 persen. Itu harapannya. Bukan menolak, tapi bagaimana mengatur levelnya. Bisa saja nanti lama-lama naik 80 persen dan seterusnya," jelas dia.
Djoko menerangkan, hal di atas adalah harapan untuk menghindari terjadinya ketakutan dalam proses belajar mengajar. Sebab, kata dia, terjadinya proses belajar mengajar yang baik itu adalah ketika ada rasa aman dan nyaman yang dihadapi oleh para siswa, terlebih para orang tua. Menurut dia, proses belajar mengajar harus terjadi di lingkugnan atau atmosfer yang menyenangkan dan nyaman.
"Ketika orang tua merasa tidak aman, ini juga ada keresahan di dalam rumah tangga. Kalau ini dibiarkan akan terjadi suatu nurture effect kepada siswa juga. Siswa juga tidak confidence. Ini tidak akan terjadi proses belajar mengajar dengan baik," kata Djoko.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, menyatakan hingga saat ini pihaknya belum ada rencana melakukan peninjauan ulang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM). Menurut Jumeri, standar operasional prosedur (SOP) yang baku sudah dibentuk untuk merespons apabila terjadi penularan Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan.
"Keputusan PTM itu dari (SKB) Empat Menteri. Tentang kasus di sekolah sudah ada SOP yang baku, jadi sampai ini hari belum ada rencana tinjau (ulang)," ujar Jumeri saat dihubungi, Kamis (13/1/2022).
Sementara itu, Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto, menyatakan, pihaknya akan selalu terbuka atas masukan terkait pengimplementasian Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi. "Kami mengucapkan terima kasih dan selalu terbuka atas masukan dari berbagai pihak dalam implementasi SKB Empat Menteri," ujar Anang.
Dia menyampaikan, penyusunan SKB Empat Menteri tersebut telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Beberapa di antaranya, yakni pakar epidemologi, Satuan Tugas Covid-19, serta para pihak lintas kementerian dan lembaga. Menurut dia, dalam melakukan evaluasi pelaksanaan SKB Empat Menteri itu pun melibatkan berbagai pihak.
"Pembahasan SKB Empat Menteri, termasuk terkait evaluasi PTM terbatas, juga melibatkan perwakilan dari dari daerah, masyarakat, dan berbagai mitra organisasi profesi," kata dia.
Baca juga : Cara Cek Vaksinasi Booster di Pedulilindungi