REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika varian omicron dari SARS-CoV-2, menyebar, sejumlah kasus infeksi ulang alias reinfeksi dilaporkan terjadi di banyak negara di dunia. Hal ini membuat otoritas kesehatan mengambil berbagai tindakan pencegahan yang diperlukan.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan bahwa reinfeksi adalah ketika seseorang pernah mengalami Covid-19 dan pulih, kemudian terinfeksi lagi. Bahkan, dalam beberapa kasus ini terjadi pada mereka yang juga sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap.
Sejauh ini, penelitian masih berlangsung untuk menguak beragam pertanyaan penting soal Covid-19, termasuk seberapa mungkin orang kena reinfeksi, sesering apa itu bisa terjadi, hingga kapan paling cepat reinfeksi mungkin terjadi. Pertanyaan lainnya yang belum terjawab ialah seberapa berat kemungkinan kasus reinfeksi, siapa yang lebih berisiko mengalami infeksi ulang, dan apakah orang bisa menularkan penyakitnya ketika kena reinfeksi.
Dilansir India Today, para ahli mengatakan beberapa kasus reinfeksi ulang memang dapat terjadi. Vaksin Covid-19 dapat mencegahnya, meski tidak sepenuhnya.
Sementara itu, studi Pusat Informasi Bioteknologi Nasional (NCBI) menunjukkan bahwa pengalaman kena Covid-19 membuat seseorang juga memiliki proteksi terhadap infeksi ulang dan gejala penyakit. Perlindungan dari infeksi terdahulu tampak meningkat dari waktu ke waktu, menunjukkan bahwa pelepasan virus atau respons imun yang berkelanjutan dapat bertahan lebih dari 90 hari dan mungkin tidak menunjukkan infeksi ulang yang sebenarnya.
Menurut studi pada November 2021, orang dengan riwayat terkonfirmasi positif Covid-19 dapat menunda vaksinasi karena pasokan vaksin masih terbatas dan mendahulukan warga lain yang lebih rentan. Para ahli mencatat memang seiring waktu terdapat penurunan kekebalan tubuh pada pasien yang telah pulih dari Covid-19. Lalu, apakah itu membuat orang rentan kena reinfeksi?
Sulaiman Ladhani selaku dokter spesialis dada dan tuberkulosis di Rumah Sakit Masina, Byculla, Mumbai di India mengatakan, kasus infeksi berulang sebenarnya sangat jarang. Bahkan, jika kasus tersebut ada, biasanya ini dialami pada orang-orang seperti petugas kesehatan atau orang-orang yang rentan terpapar penyakit. Mereka yang memiliki penyakit penyerta atau kekebalan tubuh rendah juga berisiko.
"Tetapi ini sangat jarang," ujar Ladhani.
Mubasheer Ali sebagai konsultan senior di Apollo Telehealth mengatakan, skrining serologi skala besar dengan tes yang divalidasi akan mengidentifikasi individu yang mungkin memiliki kekebalan protektif terhadap infeksi dan ukuran aktivitas penyakit. Sangat tidak mungkin Covid-19 menyerang orang itu dua kali dalam waktu singkat.