Rabu 26 Jan 2022 15:29 WIB

LPSK Kirim Tim Temui Korban Kerangkeng Bupati Langkat

LPSK belum menerima permohonan untuk mendampingi para korban.

Rep: Febryan. A/ Red: Ilham Tirta
Temuan kerangkeng manusia di rumah tersangka korupsi bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.
Foto: Istimewa
Temuan kerangkeng manusia di rumah tersangka korupsi bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan mengirim tim untuk menemui para korban yang dipenjarakan dan diduga diperbudak di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Peranginangin. Tim LPSK akan meluncur ke Langkat, Sumatera Utara pada Kamis (27/1).

Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima permohonan untuk mendampingi para korban. Kendati demikian, pihaknya akan tetap mengirim tim sebagai upaya proaktif. "Hari Kamis LPSK akan kirim tim untuk melakukan upaya proaktif ke Langkat, (yakni) menemui korban dan koordinasi dengan kepolisian daerah," kata Hasto kepada Republika.co.id, Rabu (26/1).

Baca Juga

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan pada Selasa (25/1), mengatakan, keberadaan kerangkeng atau sel di rumah Terbit adalah ilegal. Polda Sumatra Utara sedang menyelidikinya untuk mengungkap dugaan praktik perbudakan di sana.

Dari hasil penyelidikan sementara, kata Ramadhan, diketahui ada 30 orang lebih yang dipenjarakan dalam dua sel di rumah Terbit. Polisi menerima informasi bahwa puluhan orang itu adalah pecandu narkoba dan remaja nakal yang dititipkan oleh orang tuanya kepada Terbit.

Selama tinggal di kerangkeng itu, kata Ramadhan, puluhan orang tersebut diperkerjakan di pabrik dan di kebun sawit. Mereka tak menerima gaji sama sekali.

Praktik ini sudah berlangsung sejak 2012. Saat ini, kata Ramadhan, para penghuni sel besi tersebut sudah dilepaskan dan dikembalikan ke keluarga.

Keberadaan kerangkeng di rumah Terbit awalnya diungkap oleh lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE. Migrant CARE lantas melaporkan dugaan perbudakan di sana ke Komnas HAM pada Senin (24/1).

Migrant CARE mengungkapkan, ada 40 orang yang diduga jadi korban perbudakan di rumah Terbit. Mereka saban harinya diperkerjakan di kebun sawit selama 10 jam dan hanya diberi jatah makan dua kali. Selain tak menerima gaji, mereka juga disiksa.

Terungkapnya keberadaan sel tak berselang lama usai Terbit ditangkap dalam perkara suap. KPK telah menetapkan Terbit sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022, dengan barang bukti uang Rp 786 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement