REPUBLIKA.CO.ID, Pegiat politik di media sosial (medsos) Edy Mulyadi menyebut, wilayah ibu kota negara (IKN) baru tersebut, sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia. Mengapa? Karena menurut Edy, IKN sebagai tempat ‘jin buang anak’. EM juga menyebut wilayah ibu kota baru itu, sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib.
“Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata EM beberapa waktu lalu.
Atas ucapannya itu, masyarakat adat di Kalimantan melayangkan protes dan ultimatum terbuka. Bahkan, mereka pun melakukan pelaporan tindak pidana ke kepolisian di sejumlah daerah, pun di Jakarta. Tak hanya masyarakat adat Kalimantan, berbagai lapisan masyarakat dan suku pun turut menghujat pernyataan Edy Mulyadi tersebut.
Bahkan, Penyidik Direktorat Tindak Pidana (Dirtipid) Siber Mabes Polri juga melakukan pemeriksaan saksi-saksi terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan pegiat politik di media sosial (medsos) Edy Mulyadi (EM). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, pada Kamis (27/1), mengatakan, tim penyidik di Bareskrim Polri, memeriksa sebanyak 18 orang saksi, dan ahli.
Ramadhan mengatakan, penyidik Dirtipid Siber melakukan pemeriksaan marathon di sejumlah tempat, dan kota. “Di Kalimantan Timur 10 orang saksi yang diperiksa. Pemeriksaan dua orang saksi juga dilakukan di Jawa Tengah. Dan di Bareskrim Polri, Jakarta, juga diperiksa tiga orang saksi, dan tiga ahli,” begitu kata Ramadhan, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/1).
Dari 18 pemeriksaan saksi, dan ahli tersebut, kata Ramadhan, dalam kasus tersebut, sampai Kamis (27/1), tim kepolisian sudah memeriksa total 38 saksi dan ahli. Kata Ramadhan, para ahli tersebut, dimintakan keterangan dari berbagai kalangan dan latar belakang.
“Ada ahli hukum pidana, ahli bahasa, ahli sosiologi, dan ahli ITE,” terang Ramadhan.
Sementara untuk pemeriksaan EM, kata Ramadhan, akan dilakukan besok, Jumat (28/1). “Penyidik sudah menyerahkan langsung surat pemanggilan terhadap saudara EM, dan yang bersangkutan bersedia untuk diperiksa,” ujar Ramadhan. EM dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada jam 10 pagi di Bareskrim Polri, Jakarta.
Kasus yang menyeret EM ini, berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta, ke Kalimantan Timur (Kaltim). EM, dalam video yang tersebar di medsos mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan.
EM menyebut wilayah ibu kota baru tersebut, sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia, dengan menyebut daerah ibu kota baru, sebagai tempat ‘jin buang anak’. EM juga menyebut wilayah ibu kota baru itu, sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib.
“Terkait pelaporan terhadap EM, ada sejumlah tiga pelaporan yang dilakukan, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap dari berbagai elemen yang menolak pernyataan tersebut (EM),” ujar Ramadhan.
EM sendiri, dari kanal medsosnya, sudah menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat di Kalimantan. Akan tetapi, Ramadhan menambahkan, proses hukum atas pelaporan dari masyarakat tersebut, tetap akan dilakukan.
Polri, kata Ramadhan, meminta masyarakat untuk percaya atas proses penegakan hukum tersebut. “Kami, dari Polri meminta masyarakat untuk tetap tenang, dan mempercayakan kasus ini dapat ditangani oleh Polri,” ujar dia.