REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu wasiat dari artis senior Dorce Gamalama jika ia meninggal kelak sedang ramai dibahas. Keinginannya untuk dimakamkan sebagai wanita mendapat respons dari banyak tokoh. Banyak yang menyarankannya mengurungkan keinginannya itu karena tidak sesuai dengan anjuran agama.
Namun bagaimana pandangan agama Islam yang sebenarnya terkait pemulasaraan pria dengan cara wanita ini? Apakah keinginan dari wasiat ini bisa dimaklumi?
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis menyebut perubahan kelamin secara sengaja merupakan perbuatan yang dilarang Allah SWT. Perubahan ini telah melanggar ketetapan Allah SWT atas seseorang.
"Kita tidak bisa menerima perubahan karena ulah manusia. La tabdila li kholqillah (Tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah). Jadi, kalau dia perempuan, meskipun sudah menjadi laki-laki tetap dianggap perempuan. Begitu juga yang laki-laki," jelasnya, Ahad (30/1/2022).
Kyai Nafis menyarankan, untuk siapapun, agar seseorang dimakamkan sesuai dengan jenis kelamin asalnya. "Oleh karena itu pemakaman tetap dilakukan sebagaimana asal kejadiannya," jelasnya.
Bahkan untuk khuntsa atau seorang yang memiliki kelamin ganda, tetap harus dimakamkan sesuai dengan salah satu kecenderungannya. Jika kecenderungan kelaminnya adalah pria, maka dimakamkan dan dianggap sebagai seorang pria. Begitupun sebaliknya.
"Kalau orang ketepatan yang khuntsa yang memang dua kelamin, itu diambil yang lebih dekat. Apakah laki-laki atau perempuan," ujarnya.
Adapun mengubah kelamin atau kecenderungan seseorang dari asalnya, disebutnya merupakan kondisi yang harus diobati. "Maka kecenderungan kepada jenis kelamin selain dari yang dia miliki itu bagian dari penyakit yang harus diobati. Jadi bukan dibiarkan, asal kejadian itulah yang pemberian dari Allah subhanahu wa ta'ala," terangnya.
Dalam Islam, menasihati seseorang kepada kebaikan merupakan kewajiban seorang Muslim. Selain karena sebagai wujud kecintaannya untuk saudaranya, menasihati kepada jalan Allah, termasuk terkait masalah pemakaman pria ini, merupakan wujud keimanan seorang seorang Muslim. Hal ini dijelaskan dalam surat Al Ashr dan sesuai tafsir Al-Wajiz oleh Syaikh Prof. Wahbah az-Zuhaili,
"Sesungguhnya manusia itu merugi, kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya; beramal shalih sesuai yang telah diperintahkan oleh Allah; saling menasehati dalam kebenaran, yaitu beramal sesuai syari’at Allah, berupa keimanan dan bertauhid, mengerjakan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya, dan semua ini mengandung kebaikan dan keutamaan; dan saling menasehati manusia dengan sabar dalam ketaatan, menjauhi kemaksiatan, dan menghadapi musibah. (Kesabaran) Ini adalah sesuatu yang khusus yang berpengaruh terhadap sesuatu yang umum, karena kesabaran merupakan salah satu karakteristik kebenaran."