REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah mengadakan konsinyering selama tiga hari untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), pemerintah kini membuka konsultasi publik bersama masyarakat sipil dan para akademisi. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, langkah ini merupakan upaya pemerintah dalam menjamin asas keterbukaan dalam pengembangan substansi RUU TPKS yang melibatkan perspektif dan aspirasi masyarakat.
“Kehadiran rekan-rekan masyarakat sipil yang terlibat secara aktif untuk berkontribusi dalam menyusun substansi RUU TPKS adalah suatu legacy ke depan,” kata Moeldoko saat memberikan sambutan dalam konsultasi publik yang diadakan secara hibrida di Jakarta, dikutip dari siaran pers KSP, Kamis (3/2/2022).
Konsultasi publik ini dihadiri oleh Kementerian/Lembaga terkait serta lebih dari 80 perwakilan masyarakat sipil dan akademisi yang tergabung secara langsung dan virtual. Moeldoko mengatakan, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi penting untuk merespons keadaan darurat kekerasan seksual di Indonesia.
Data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, sepanjang 2020 hingga Juni 2021 tercatat ada 301.878 kasus kekerasan terhadap perempuan. “Kolaborasi semua pihak wajib dalam mendukung dan menyempurnakan RUU TPKS karena kedaruratan kekerasan seksual tidak sekedar angka, melainkan daya rusaknya terhadap fisik dan psikis korban perlu menjadi perhatian serius kita semua,” lanjut Moeldoko.
Pemerintah dalam menyusun DIM juga mempertimbangkan garis besar konstruksi hukum pidana Indonesia. Moeldoko meyakinkan, seluruh kementerian/lembaga terkait sudah mengkaji dan menyisir peraturan perundang-undangan terkait sehingga RUU TPKS tidak tumpang tindih, tidak menjadi repetisi dan akan berdiri menjadi norma hukum yang baru.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, pemerintah mengupayakan penyusunan DIM yang komprehensif dan optimal yang dapat menjawab persoalan dan kebutuhan masyarakat terkait kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan dan anak.
"Sehingga dalam waktu pembahasan di Panja nanti tidak akan mengalami kendala,” kata dia yang turut hadir dalam konsultasi publik tersebut.