Kamis 03 Feb 2022 20:17 WIB

Puncak Penularan Omicron akan Jauh Lampaui Delta: Bisa Capai 150 Ribu Kasus per Hari

Puncak kasus Covid-19 diperkirakan terjadi pada akhir Februari hingga awal Maret.

Red: Andri Saubani
Sejumlah pasien Covid-19 berada di dalam bus sekolah yang akan mengantarkannya menuju RSDC Wisma Atlet di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta, Kamis (3/2/2022). Satgas Penanganan Covid-19 mencatat kenaikan kasus positif Covid-19 dalam satu pekan terakhir mencapai 56.000 kasus atau meningkat hingga 40 kali lipat dibandingkan dengan awal Januari lalu. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Hal senada disampaikan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan. Ia menyebut, kemungkinan Indonesia telah memasuki gelombang ketiga Covid-19. Pernyataan ini didasari dengan pertambahan kasus yang terus meningkat.

"Mungkin Indonesia sudah masuk gelombang ketiga. Karena kasusnya terus meningkat ini akan membebani sistem kesehatan, bisa kolaps," kata Erlina.

Lebih lanjut Erlina menjelaskan, varian Omicron memiliki sifat menular yang jauh lebih tinggi dibandingkan varian pendahulunya yakni Delta. Karena itulah, laju kasus akan terus naik meski gejala yang ditimbulkan lebih ringan. Bahkan, varian Omicron juga bisa kembali menginfeksi orang yang sudah pernah tertular Covid-19.

"Penularan cepat dan bisa ditembus pertahanan vaksin. Perlu diperhatikan, grafik kasus naik terus. Omicron ini superspreader, yang penularannya sampai 2,9 kali lebih tinggi dibanding varian Delta," tuturnya.

"Dan terjadi juga reinfeksi. Sekali lagi, sebagian besar kasus ini dari Afrika datangnya. Memang gejala Omicron ringan dibandingkan Delta, Alpha atau Beta," lanjut Erlina.

Meski bergejala ringan, varian ini akan menyebabkan kondisi yang buruk bagi kelompok rentan. Seperti lansia, komorbid, anak-anak, serta orang-orang yang belum divaksinasi lengkap.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, dengan terus bertambahnya kasus harian Covid-19, maka perlu ada kebijakan yang baru.

"Sekarang perlu ada kebijakan yang baru dan berbeda dari waktu yang lalu, karena jumlah kasus naik tajam," kata Tjandra dalam keterangannya, Kamis (3/2/2022).

Menurutnya, terdapat banyak kemungkinan dalam perubahan kebijakan. Salah satunya adalah dengan mengubah kebijakan levelisasi PPKM.

"Pengetatan aturan pada situasi tertentu, bisa modifikasi penerapan aturan dan dapat juga pengetatan mulai dari daerah merah di battlefield peningkatan kasus lalu dilebarkan bertahap," ujarnya.

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu juga menekankan saat ini sangat perlu diterapkannya kebijakan yang berbeda dan lebih kuat daripada waktu yang lalu. Salah satunya terkait klasifikasi PPKM meskipun sudah ada kriterianya yang sudah ditetapkan oleh WHO.

Tjandra menyatakan, ada tiga poin penting yang perlu diperhatikan dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Pertama, ada baiknya bila mengevaluasi implementasi kriteria dalam hal PPKM.

"Misalnya angka BOR (bed occupancy rate) kan tergantung dari berapa tempat tidur yang disediakan, kalau alokasinya di tambah maka BOR akan turun dan seterusnya, jadi BOR harus dibaca dengan hati-hati," tuturnya.

Kedua, selain angka mutlak kasus dan kematian misalnya, maka perlu pula dinilai ketajaman kenaikan tren yang ada. Ketiga adalah pertimbangan epidemiologi.

"Kenaikan dan penurunan di berbagai negara, yang dapat jadi pegangan tentang berapa lama levelisasi PPKM akan dilakukan," ucapnya.

Epidemiolog Griffith University Austria Dicky Budiman mengatakan, pesan penting saat kasus sudah di atas 20 ribu adalah dengan terus memperkuat testing, tracing dan treatment atau 3T. Karena penambahan kasus dengan lonjakan yang sangat tinggi juga menunjukan fenomena puncak gunung es.

"Jadi pesan penting bahwa 3T itu penting kalau Indonesia melaporkan 10 ribu bahkan 20 ribu sekaligus, itu fenomena puncak gunung es kita harus sadari ya, ini hitungan matematis yang sangat rasional pertumbuhan Omicron yang masa inkubasinya singkat angka reproduksinya," jelas Dicky.

Lebih lanjut Dicky mengatakan, dengan melonjaknya kasus harian ini, pemerintah harus mengantisipasi agar pelayanan dan fasilitas kesehatan tidak kewalahan menangani pasien. Sehingga, diperlukannya penguatan sistem rujukan.

"Sistem rujukan diperketat agar orang tidak langsung ke RS dan tentu di sini juga dropping dari APD dan pelayanan publik, obat ya termasuk oksigen perlu dipersiapkan obat juga," tuturnya.

"Kita harus bersiap masa puncak nanti itu karena sekali lagi dengan jumlah kasus yang bisa empat kali lebih banyak dari Delta dan ini tentu setiap proporsi usia akan banyak terutama yang saya khawatir kan anak-anak, selain lansia dan komorbid, karena dampak sosialnya beda, kita harus percepat vaksinasi bukan hanya 6 tahun ke atas itu tapi juga pada lansia komorbid memproteksi anak-anak ini harus dilakukan, akselerasi penting PR nya ada di luar Jawa cakupan juga rendah lansia," tambah Dicky.

 

 

photo
Syarat-syarat pasien Omicron bisa isoman di rumah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement