Sabtu 05 Feb 2022 19:25 WIB

Iran Sebut Haknya Kembangkan Nuklir tak Bisa Dibatasi 

Iran dan Amerika sedang terlibat perundingan pemulihan kesepakatan nuklir 2015.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
 Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Foto: ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani mengatakan, negaranya memiliki hak melanjutkan penelitian dan pengembangan nuklir. Dia menegaskan hal itu tak bisa dibatasi oleh kesepakatan apa pun.

"Hak hukum Iran untuk melanjutkan penelitian dan pengembangan serta mempertahankan kemampuan dan pencapaian nuklir damainya, berdampingan dengan keamanannya, tidak dapat dibatasi oleh kesepakatan apa pun," kata Shamkhani lewat akun Twitter pribadinya, Sabtu (5/2/2022).

Baca Juga

Saat ini Iran dan Amerika Serikat tengah terlibat perundingan pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di Wina, Austria. Pembicaraan yang dimulai sejak April 2021 itu sudah berlangsung beberapa putaran. Pihak lain dalam JCPOA, yakni Rusia, Cina, Prancis, Inggris, dan Jerman akhirnya harus bolak-balik bertemu dengan perwakilan kedua negara.

Akhir bulan lalu, Pemerintah Iran mengungkapkan mereka membuka diri untuk melakukan negosiasi langsung dengan AS terkait pemulihan JCPOA. “Jika selama proses negosiasi kami mencapai titik di mana mencapai kesepakatan yang baik dengan jaminan yang solid membutuhkan tingkat pembicaraan dengan AS, kami tidak akan mengabaikannya dalam jadwal kerja kami,” kata Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian pada 24 Januari lalu. 

Kemauan Iran pun disambut AS. Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan, Washington juga siap bertemu dan berdiskusi langsung dengan Teheran untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). “Kami telah lama memegang posisi bahwa akan lebih produktif untuk terlibat dengan Iran secara langsung, baik dalam negosiasi JCPOA dan masalah lainnya,” ucapnya.

JCPOA terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. 

Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement