REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro
Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Titi Anggraini, menegaskan bahwa keterwakilan perempuan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mesti dikawal tuntas dalam tahap uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi II DPR. Alasannya, hal tersebut dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 28H Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa 'Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan'.
"Norma Konstitusi itu lalu dipertegas oleh Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengatur bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen," kata Titi kepada Republika, Kamis (10/2/2022).
Titi menjelaskan, kata 'memperhatikan' mesti ditempatkan sebagai komitmen utama oleh DPR, bukan sebagai pilihan yang boleh ada atau tidak. Sebab, menurutnya digunakannya frasa 'memperhatikan' bukan untuk pelengkap saja, melainkan sebagai penekanan prioritas yang diupayakan penuh oleh para pihak yang terlibat di dalamnya.
Untuk itu, anggota dewan pembina Perludem itu merekomendasikan agar Komisi II DPR dalam memilih calon anggota KPU dan Bawaslu nantinya menggunakan sistem paket dengan jumlah keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam paket yang dipilih. Jadi setiap angggota ketika memilih tujuh dan lima nama calon KPU dan Bawaslu terpilih, dalam pilihannya tersebut menyertakan tiga orang perempuan calon KPU dan dua orang perempuan calon Bawaslu sebagai bagian dari daftar pilihannya.
"Dengan demikian ada jaminan peluang keterpilihan perempuan di KPU dan Bawaslu yang lebih solid untuk mencapai jumlah paling sedikit 30 persen perempuan," ujarnya.
Titi mengungkapkan kekhawatiran yang ia sampaikan tersebut dinilai sangat beralasan mengingat sejak Pemilu 2014 sampai dengan Pemilu 2019 lalu, dari total anggota KPU dan Bawaslu RI terpilih jumlahnya hanya satu orang perempuan. Berdasarkan pengalaman tersebut, dirinya ingin meyakinkan Komisi II DPR benar-benar memenuhi amanat konstitusi untuk menempatkan paling sedikit 30 persen perempuan di KPU dan Bawaslu.
"Kalau belajar dari seleksi tahun 2012 dan 2017, Komisi II DPR belum solid mendukung keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu. Oleh karena itu perlu dorongan yang amat kuat dari elemen masyarakat sipil dan juga publik untuk menagih komitmen dan keberpihakan partai-partai yang ada di parlemen," tuturnya.
"Kami juga meminta para pimpinan partai menginstruksikan anggota-anggotanya di Komisi II untuk memastikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen untuk periode 2022-2027," imbuhnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang, memastikan akan memperhatikan aspirasi terkait keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu. "Aspirasi perempuan tentu kita akan utamakan juga dan kita akan upayakan," kata Junimart di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (9/2/2022).
Ia berharap para calon anggota KPU dan Bawaslu perempuan bisa siap dalam fit and proper test mendatang. Prinsipnya Komisi II mendorong keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu periode mendatang.
"Memang menjadi concern kami di Komisi II kita harap calon ini siaplah. Toh mereka sudah dari timsel masa di Komisi II tidak bisa sih. Gitu saja ukurannya," ujarnya.
Sementara Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengingatkan DPR RI agar memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30 persen pada penyelenggara pemilu baik KPU, dan Bawaslu di semua tingkatan. "Desain besar peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen selain pendidikan politik dan penguatan peran partai politik, maka sudah seharusnya kita memberikan atensi pada penyelenggaraan pemilu itu sendiri, di mana prasyarat adanya representasi minimal 30 persen pada penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu di semua tingkatan juga merupakan sebuah keniscayaan," kata Luluk, Selasa (8/2).
Sekjen Kaukus Perempuan Parlemen RI itu menyebut setidaknya ada lima alasan penting keterwakilan perempuan pada penyelenggara pemilu. Pertama adalah keadilan. Kedua, akses yang setara untuk melakukan partisipasi politik.
Kemudian yang ketiga adalah peluang yang setara bagi perempuan untuk mempengaruhi proses politik dengan perspektif perempuan. Keempat mendorong lahirnya kebijakan politik yang berkualitas, mendorong kebijakan publik yang bermutu, inklusif dan juga adil gender. Kelima adalah pemenuhan hak konstitusional dan juga percepatan tujuan SDG's.
"Oleh karena itu saya mohon pimpinan DPR RI dan bapak ibu sekalian, memberikan atensi khusus kepada seleksi calon penyelenggara pemilu agar keterwakilan perempuan minimal 30 persen di KPU dan Bawaslu tetap kita jaga sebagai wujud political will kita pada demokrasi yang setara berkeadilan demi mewujudkan kemaslahatan untuk republik ini," ungkap anggota Komisi IV DPR tersebut.
Untuk diketahui 14 nama calon anggota KPU terdiri dari 10 laki-laki dan empat perempuan. Mereka adalah August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Dahliah, Hasyim Asy’ari, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Idham Holik, Iffa Rosita, Iwan Rompo Banne, Mochammad Afifuddin, Muchamad Ali Safa’at, Parsadaan Harahap, Viryan, Yessy Yatty Momongan, dan Yulianto Sudrajat.
Sementara itu ada 10 calon anggota Bawaslu yang terdiri dari tujuh laki-laki dan tiga perempuan, diantaranya Aditya Perdana, Andi Tenri Sompa, Fritz Edward Siregar, Herwyn Jefler Hielsa Malonda, Lolly Suhenty, Mardiana Rusli, Puadi, Rahmat Bagja, Subair, dan Totok Hariyono.
Fit and proper test akan digelar selama tiga hari dari tanggal 14-16 Februari 2022. Dalam fit and proper test tersebut nantinya Komisi II DPR akan memilih tujuh calon anggota KPU dan 5 calon anggota Bawaslu.