REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengatakan siap merespon serangan siber Rusia yang digelar di tengah ketegangan dengan Ukraina. Cakupan pembalasan atau sanksi tergantung tingkat kerusakan peretasan.
Presiden AS Joe Biden mengatakan Washington telah berkoordinasi dengan sekutu-sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan mitra lainnya untuk memperluas pertahanan terhadap ancaman pada ruang siber. Hal ini disampaikan beberapa jam usai Kementerian Pertahanan dan dua bank Ukraina melaporkan serangan siber ke jaringan daring mereka.
Pejabat AS dan Eropa yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan serangan siber yang diduga dilakukan Rusia itu tidak terduga. Sementara Badan Keamanan Federal Rusia belum menanggapi permintaan komentar.
"Presiden telah mengatakan kami akan merespon tindakan Rusia selain invasi militer," kata seorang sumber dari pemerintah AS, Rabu (16/2/2022).
"Namun keputusannya tergantung pada besaran serangan sibernya, terlalu banyak rentangnya, sulit untuk menspesifikannya," tambah sumber tersebut.
Seorang diplomat Eropa mengatakan Rusia sudah lama menggunakan strategi serangan siber. Ia mengatakan Moskow juga pernah melakukannya saat konfrontasi militer dengan Ukraina dan Georgia.
"Ini bagian dari pedoman mereka," kata pejabat yang menekankan Barat akan menggunakan aksi bersama dalam meminta pertanggungjawab Moskow atas serangan siber dan "perilaku buruk" lainnya.
Pemerintah AS dan Kanada sedang mengerjakan rincian paket sanksi yang diberlakukan pada Moskow bila pasukan Rusia menginvasi Ukraina. Sumber mengatakan hingga saat ini belum ada rencana detali bagaimana merespon serangan siber.
Sebagian besar mungkin karena butuh waktu untuk mengentahui pihak yang bertanggung jawab atas serangan siber terutama dalam serangan distributed denial of service (DDOS). Serangan DDoS dilakukan dengan mengirimkan begitu banyak data melalui beberapa sumber hingga membebani trafik sebuah server atau target lain.
Aksi yang lebih agresif dan merusak akan menarik respon yang lebih keras. Seorang pejabat Eropa mengatakan beberapa negara termasuk Prancis lebih memilih untuk tidak menuduh dalang serangan siber secara terbuka.
Seorang pakar siber yang mengetahui rencana Barat mengatakan respon serangan siber dapat melibatkan serangan balasan dibanding menerapkan sanksi. Termasuk serangan fisik atau siber.
Rusia yang kerap bertanggung jawab atas serangan siber di masa lalu sudah masuk di daftar hitam. Tapi menurut dua orang sumber lain butuh tindakan lebih lanjut.
Seorang pejabat Eropa mengatakan negosiasi pemerintah AS dan Eropa beberapa pekan terakhir lebih fokus menyesuaikan sanksi yang diterapkan bila terjadi invasi fisik dan dampaknya pada Rusia dan negara-negara yang menerapkannya. Tapi tidak membahas mengenai serangan siber.
"Tidak ada peta jalan terperinci apa yang perlu dilakukan pada peristiwa serangan siber, akan tergantung pada spesifikasi kasusnya," kata seorang diplomat Eropa.