REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan terus memantau investigasi penembakan aktivis penolak tambang, Erfaldi. Pria berusia 21 tahun itu meninggal saat mengikuti unjuk rasa penentang aktivitas pertambangan PT Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan, Parigi Moutong.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedi Askary menyampaikan, sudah dilaksanakan pemeriksaan terhadap 17 anggota Polres Parigi Moutong. Lalu sebanyak 13 unit senjata api milik personel Polres Parigi Moutong turut disita oleh Propam Polda Sulteng dan Propam Polres Parigi Moutong.
"Sebanyak 13 pucuk senjata api (pistol) yang disita oleh Propam Polda Sulteng dan Propam Polres Parigi Moutong digunakan dalam upaya saintifik, tepatnya uji balistik untuk mencocokan atau membuktikan secara ilmiah sumber senjata api atau proyektil yang bersarang di tubuh Almarhum Erfaldi," kata Dedi dalam keterangan yang dikutip Republika.co.id pada Rabu (16/2).
Dedi mendukung upaya uji balistik guna mendapatkan bukti-bukti yang memadai demi pengungkapan kasus penembakan terhadap warga sipil ini. "Proses uji balistik senjata api milik personil Polres Parigi Moutong menguatkan dugaan bahwa pelaku penembakan yang menyebabkan Erfaldi meninggal dunia adalah anggota personel dari Polres Parigi Moutong," kata Dedi.
Dedi mengimbau agar proses pemeriksaan dan penyitaan senjata api ini harus benar-benar dilakukan secara terbuka dan transparan. Ia juga meminta pimpinan Polri baik di jajaran Polres maupun jajaran Polda Sulteng agar mengambil pembelajaran berharga atas pengamanan massa aksi seperti ini. "Harus benar-benar dilakukan secara profesinal, bijak, dan manusiawi," ujar Dedi.
Selain itu, Dedi menekankan upaya preventif perlu dilakukan aparat keamanan agar hal insiden penembakan terhadap warga sipil tak berulang. Ia pun berpesan agar pihak kepolisian memperkuat langkah dialog terhadap masyarakat.
"Aksi massa yang berujung chaos Ahad dini hari kemarin dengan cara melakukan pemblokadean jalan Nasional Trans Sulawesi harusnya tidak lagi terjadi jika evaluasi atas pengamanan aksi-aksi sebelumnya dilakukan secara baik, termasuk identifikasi langkah aksi (pemblokadean jalan) pasti akan dilakukan sebagaimana aksi-aksi massa yang dilakukan sebelum-sebelumnya," kata Dedi.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto mengemukakan, Laboratorium Forensik Polri sudah mengambil sampel senjata api beserta proyektil. Dari masing-masing senjata, telah diambil tiga buah proyektil sebagai sampel, dan total proyektil akan dilakukan pencocokan sebanyak 60 buah.
Seluruh senjata yang diperiksa, katanya pula, merupakan proyektil yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP). Selanjutnya, Polda Sulteng juga telah mengeluarkan laporan polisi, sebab ada perbuatan pidana yang menyebabkan korban jiwa.
"Mengenai tersangka masih dalam proses penyelidikan, salah satunya menunggu uji balistik, kami masih pengecekan dan kalau cocok akan disampaikan perkembangan selanjutnya," ujar Didik.