Rabu 02 Mar 2022 05:25 WIB

Tak Ingin Hasil Reformasi Jadi Korban, Budiman Sudjatmiko Tolak Tunda Pemilu 

Budiman Sudjatmiko tak memungkiri agenda pembangunan pemerintahan belum selesai.

Rep: Ronggo Astungkoro, Mimi Kartika, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko
Foto: Republika/Bayu Adji P
Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, menyatakan menolak wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) maupun perpanjangan masa jabatan presiden yang kini tengah bergulir. Menurut dia, hal itu sama saja dengan mengorbankan demokrasi, yang didapatkan dengan harga mahal lewat reformasi.

"Kami tidak ingin hasil dari reformasi yang sudah diperjuangkan bersama-sama dengan keringat, darah, dan kebebasan yang terenggut pada 1998 itu kemudian menjadi hilang gara-gara ada pihak-pihak yang hanya sekadar melakukan penghitungan-penghitungan politik elitis saja dan mengorbankan demokrasi,” kata Budiman saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (1/3/2022) malam.

Baca Juga

Sebagai mantan aktivis, dia menyampaikan, pembatasan periode jabatan kepresidenan merupakan suatu permata dari reformasi. Menurut Budiman, perpanjangan masa jabatan presiden maupun penundaan pemilu akan melanggar konstitusi dan etika berdemokrasi. 

Selain itu, dia menilai, alasan penundaan pemilu karena persoalan ekonomi adalah suatu hal yang mengada-ada. "Harus hati-hati menyuarakan itu karena itu melanggar konstitusi dan melanggar etika berdemokrasi yang salah satu tujuannya adalah memastikan regularitas pergantian kepemimpinan nasional," kata dia.

Di samping itu, dia tak memungkiri agenda pembangunan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang belum selesai ketika masa jabatannya usai pada 2024, terutama dalam membangun Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia dan sebagai negara demokratis. Melihat itu, Budiman memberikan suatu langkah alternatif agar proses pembangunan tersebut dapat berlanjut.

"Karenanya saya merasa perlu sebagai alternatif bahwa Pak Jokowi atau mantan presiden kapan pun, di 2024, 2029, 2034, dan seterusnya, kalau bisa diberikan tempat terhormat,” kata dia.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI), Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, mayoritas publik tak setuju dengan penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabat presiden. Ia mengacu pada hasil survei lembaganya pada Desember 2021.

"Hal ini menunjukkan aspirasi sebagian elite yang menginginkan perpanjangan jabatan presiden hingga 2027 tidak sesuai preferensi mayoritas warga," kata Burhanuddin melalui akun Twitter yang sudah dikonfirmasi.

Baca juga: Muhaimin: Penundaan Pemilu Hanya Sebatas Usulan 

Dalam hasil survei IPI pada Desember 2021, 67,2 persen responden menyatakan setuju bahwa pergantian di kursi kepemimpinan nasional dilakukan lewat Pemilu 2024 meskipun Indonesia masih dalam proses penanganan pandemi Covid-19. Sedangkan 24,5 persen responden menyatakan bahwa pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional harus menjadi prioritas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) meskipun pemilu harus diundur hingga 2027.

Hasil survei lainnya, 56 persen responden menyatakan bahwa mereka tak setuju masa jabat Jokowi diperpanjang hingga 2027. Terbagi dari 32,9 persen yang menyatakan kurang setuju dan 25,1 persen menjawab tidak setuju sama sekali.

Kemudian, 35 persen responden menyatakan setuju masa jabat Jokowi diperpajang hingga 2027. Terbagi dari 4,5 persen menyatakan sangat setuju dan 31,0 persen menyatakan setuju. Sedangkan 6,6 persen lainnya tidak menjawab atau tidak tahu.

Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, di tengah isu penundaan Pemilu 2024, tidak ada wacana mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Penundaan pemilu bisa dilakukan dengan mengubah konstitusi. 

"Untuk saat ini tidak ada wacana atau pun rencana amendemen terhadap konstitusi," ujar Baidowi dalam diskusi daring.

Dia menilai, apabila amandemen konstitusi hanya dilaksanakan demi menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden, maka terkesan dipaksakan. Dia meminta semua pihak mentaati aturan konstitusi yang ada saat ini dengan menyelenggarakan rutinitas pesta demokrasi lima tahunan. 

Namun, dia juga tidak menampik dalam politik semua bisa saja terjadi, termasuk amandemen UUD 1945. Baidowi mengingatkan agar semua pihak berkomitmen menjaga amanah reformasi. 

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar menjadi elite partai politik pertama yang mengusulkan agar pemilihan umum (Pemilu) 2024 ditunda. Muhaimin mengutarakan tentang beban ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Usulan Muhaimin didukung oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, serta Ketua Umum Partai Golkar dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

photo
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar - (Republika/Febrianto Adi Saputro)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement