REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika
Ketentuan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan Presiden yang termuat dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini sejumlah wiraswasta dan ibu rumah tangga (IRT) turun tangan setelah pengujian serupa yang dilakukan Gatot Nurmantyo, Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama Putra tak berbuah hasil.
Pemohon pengujian PT kali ini dari unsur IRT yaitu Endang Wuryaningsih, Elyan Verna Hakim, Ida Farida, Neneng Khodijah dan sisanya unsur wiraswasta adalah Syafril Sjofyan, Tito Roesbandi, dan Lukman Nulhakim. Mereka mendalilkan jika Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 13/PUU-XX/2022 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK pada Senin (7/3) secara daring.
Pemohon prinsipal, Endang, menyebutkan ketentuan pasal tersebut melanggar hak konstitusional partai politik dalam menyediakan dan menyeleksi sebanyak-banyak calon pemimpin masa depan. Endang mengatakan, jika secara konseptual konstruksi normatif dari Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 meletakkan dua kepentingan secara bersamaan, yakni hak untuk memilih dan hak untuk dipilih sebagai warga negara.