Kamis 10 Mar 2022 18:00 WIB

Stok Minyak Goreng untuk Pasar RI Seharusnya Melimpah, Tapi Diduga Bocor dan Diekspor

Kemendag menyerahkan kepada Satgas Pangan di Polri untuk melakukan penyelidikan.

Etalase minyak goreng tampak kosong di salah satu supermarket, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (5/3/2022). Terbatasnya stok dan distribusi minyak goreng saat ini, membuat pasokan ke pasaran lungsung ludes diserbu konsumen.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Etalase minyak goreng tampak kosong di salah satu supermarket, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (5/3/2022). Terbatasnya stok dan distribusi minyak goreng saat ini, membuat pasokan ke pasaran lungsung ludes diserbu konsumen.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Deddy Darmawan Nasution

Masyarakat di Tanah Air hingga kini masih menghadapi masalah kelangkaan minyak goreng di pasaran. Padahal, menurut Menteri Perdaganan Muhammad Lutfi, pasokan minyak goreng di Indonesi dalam kondisi melimpah.

Baca Juga

Melimpahnya stok minyak goreng, kata Lutfi, buah dari dari kebijakan domestic market obligation (DMO). Selain melimpah, harga dalam negeri juga jauh lebih rendah dari harga internasional yang sedang tinggi.

Lutfi pada Rabu (9/3/2022) menyampaikan, perdasarkan pendataan Kemendag periode 14 Februari - 8 Maret 2022, total ekspor minyak sawit (CPO) dan turunannya mencapai 2.771.294 ton.

Adapun, total pasokan yang dikumpulkan dengan mekanisme DMO sebanyak 573.890 ton atau 20,7 persen dari total volume ekspor tersebut. Jumlah itu, terdiri dari CPO sebanyak 110.004 ton dan RBD Olein 463.386 ton.

"Dari total minyak sawit DMO itu, sudah terdistribusi 415.787 ton dalam bentuk minyak goreng curah dan kemasan," kata Lutfi.

Ia mengatakan, jumlah yang terdistribusi itu melebihi kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton. "Hasil DMO ini sudah melimpah dan lebih dari cukup untuk satu bulan. Jadi bukan basah minyak goreng lagi, tapi becek," kata Lutfi menambahkan.

Menurut Lutfi, Kemendag tidak ingin berandai-andai akan penyebab masih sulitnya pasokan minyak goreng, terutama yang sesuai dengan HET. Namun, dugaan bahwa minyak sawit DMO bocor ke industri besar atau justru diekspor ke luar negeri tetap ada.

"Kalau kita lihat, ini merembes ke industri yang mereka tidak berhak dapat minyak DMO atau tindakan melawan hukum dengan mengekspor tanpa izin. Tapi, ini bagian yang kita selidiki," kata Lutfi.

Kebijakan DMO mewajibkan para eksportir CPO, RBD Olein, maupun used cooked oil (UCO) mengalokasikan 20 persen pasokannya untuk pasar dalam negeri dari total yang akan diekspor. Selain itu, pasokan tersebut dipatok harganya dengan kebijakan domestic price obligation (DPO) yakni sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per kg untuk olein.

Lewat DMO dan DPO, harga minyak goreng dapat ditekan sesuai HET yakni Rp 11.500 per liter untuk curah, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan Rp 14 ribu per liter untuk kemasan premium. Para eksportir yang belum memenuhi kebijakan DMO dan DPO tidak akan mendapatkan izin untuk ekspor CPO.

"Saya peringatkan itu (ekspor) tidak akan bisa terjadi dan ini akan terverifikasi. Kita tahu di mana tangki, jalur distribusi D2 dan D2, alamat, semua sudah kita berikan ke Mabes Polri siang ini untuk dikroscek," tegasnya.

Lutfi pun menegaskan, kebijakan DMO, DPO, maupun HET minyak goreng adalah kebijakan jangka panjang. Ia menegaskan kepada semua pihak untk tidak berspekulasi bahwa pemerintah akan mencabut kebijakan itu. Jika aturan Kemendag tidak dipatuhi, akan berlawanan dengan aparat hukum.

"Kita kedepankan asas praduga tak bersalah karena kita tidak mau bersepkulasi. Jadi kita serahkan ke penyidik pegawai negeri sipil Kemendag dan juga Satgas Pangan di Kepolisian," katanya.

Lutfi menambahkan, akan menaikkan volume DMO minyak sawit (CPO) dari 20 persen menjadi 30 persen. Kebijaan itu untuk menjamin tersedianya kebutuhan bahan baku produksi minyak goreng yang khusus digunakan rumah tangga maupun usaha mikro dan kecil.

 

In Picture: Harga Komoditas Sayuran Melonjak Akibat Kurang Pasokan

 

photo
Warga membeli sayuran di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Senin (7/3/2022). Harga sejumlah komoditas sayur melonjak tajam sejak sepekan terakhir akibat pasokan berkurang seperti harga cabai rawit naik dari Rp60 ribu menjadi Rp80 ribu perkilogram, harga cabai merah naik dari Rp50 ribu menjadi Rp60 ribu perkilogram dan harga bawang merah naik dari Rp35 ribu menjadi Rp40 ribu perkilogram. - (Antara/Asep Fathulrahman)

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement